Selasa, 03 November 2015

Masalah Kabut Asap di Jambi dan Riau



Masalah Kabut asap Jambi-Riau:
“KONDISI METEOROLOGIS-GEOGRAFIS MENDUKUNG KEBAKARAN”
Oleh : I Putu Pudja
Bencana kabut asap melanda Riau dan Jambi hampir empat bulan lamanya, sehingga transportasi di daerah itu hampir lumpuh, meningkatkan prepalensi ISPA di daerah tersebut, bahkan dilaporkan sampai mengakibatkan meninggal beberapa orang anak di daerah itu. Kedua daerah mengalami bencana terparah dibandingkan dengan daerah lainnya, yang juga dikabarkan mengalami kebakaran hutan dan lahan seperti Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan.
Kabut asap membuat semakin runyam masalahnya karena sampai menyebar kenegara tetangga Singapura dan Malaysia. Kedua negara itu menawarkan bantuan memadamkan kebakaran hutan dan lahan yang terjadi. Walau pada awalnya pemerintah Indonesia ingin memadamkan sendiri, namun belakangan karena kesulitan dalam memadamkannya, akhirnya menerima bantuan negara-negara tetangga bukan saja Singapura dan Malaysia, tetapi negara-negara yang mempunyai mperhatian terhadap kebakaran hutan dan lahan ini. Dalam pemadalam kebakaran ini hampir semua unsur SAR dilibatkan. TNI dilaporkan juga terlibat pembuatan kanal-kanal permanen untuk memadamkan api di kedalaman gambut.
Secara historis memang daerah Jambi dan Riau mengalami hampir setiap tahun bencana ini, akan tetapi kualitas pencemaran kabut asap tahun ini dirasakan lebih parah dari tahun-tahun sebelumnya. Sehingga timbul pertanyaan Mengapa daerah Jambi dan Riau selalu mengalami kebakaran lahan dan hutan hampir setiap tahun.
Penulis akan mengajak siding pembaca melihat Kondisi meteorologis-geografis daerah ini, yang menyebabkannya relative lebih rawan kebakaran hutan dan lahan dibandingkan daerah lainnya yang juga pernah mengalaminya, yang sama-sama merupakan lahan gambut dan sedang gencar dikembangkan.
POSISI GEOGRAFIS
Dalam peta kita lihat kedua daerah tersebut beada di daerah katulistiwa, yang sebelah timur laut berhadapan dengan perairan Laut Cina Selatan-Selat Malaka, dan disebelah barat daya dibentengi oleh Bukir Barisan. Laut China Selatan dikenal dengan laut yang memasok uap air di Indonesia barat. Uap air ini secara teoritis juga seharusnya akan membuat hujan di daerah ini.
Seharusnya daerah Jambi dan Riau merupakan daerah yang kaya air, karena berhadapan langsung dengan Laut China Selatan yang dikenal mempunyai pasang surut diurnal yang sangat ekstrim, sehingga sering masuk ke sungai-sungai besar yang ada di kedua daerah ini. Minimal akan menghambat aliran air sungai saat pasang, dan akan melimpas ke DAS menggenangi gambut membuatnya basah, sehingga lebih sulit terbakar.
Pada kenyataannya malah kesulitan dihadapi dalam memadamkan api di daerah ini selama kebakaran hutan dan lahan. Jangan-jangan malah api tak pernah padam karena air tidak dapat mencapainya, baik secara alami mapun dengan air saat pemadaman.
Secara geografis posisi di khatulistiwa daerah ini dipengaruhi oleh gaya coriolis dan Boys Ballot akibat rotas bumi. Secara umu angina yang melintas khatulistiwa akan mengalami pembelokan, yang datang dari utara akan membelok kea rah tenggara, dan yang datang dari selatan akan membelok kearah timur laut.
Kedaua proses angin yang melintas daerah Jambi dan Riau ini akibat posisi geografis, secara meteorologis sangat ‘merugikan’ daerah tersebut. Terlebih adanya Bukit Barisan yang membentenginya dari dampak angina dari Samudera Hindia yang kaya uap air, karena sifat orografis hujan akan turun dilereng barat, Riau-dan jambi ada di daerah bayangan hujan.
KONDISI METEOROLOGIS
Dampak dari apa yang diutarakan pada dampak Posisi Geografis daerah Riau dan jambi menjadikan kedua daerah dirugikan secara meteorologis. Angin yang kaya uap air yang datang dari utara tidak sempat mengendap di atmosfer diatas daerah ini, karena dia akan segera dibelokkan oleh efek Boys Ballot.
Hasil penelitian yang dilakukan Puslibang BMKG maupun penelitian Prof Chang pakar meteorology tropis, menemukan bahwa di daerah khatulistiwa Laut China Selatan sangat sering terjadi vortek, yang membuat pusaran angina, menyebabkan angina lebih laju tertarik ke daratan katulistiwa Kalimantan.
Pusaran angina vortek dengan kelajuan dominan ini menarik secara spontasn uapaa air yang melintas di atas Jambi dan Riau segera kembali melintasi Laut China Selatan menuju Kalimantan. Hanya dalam pasang harian Laut China Selatan dampaknya menjadi pasang surut lebih ekstrim di daerah ini.
Udara diatas Jambi dan Riau akan menjadi relative selalu kering, baik dalam periode penghujan maupun  periode kemarau. Demikian pula kemarau seakan bergerak dari Riau-Jambi kemudian baru ke Kalimantan. Demikian pula dengan kebakaran hutan dan lahan yang mengakibatkan bencana kabut asap kita ikuti Jambi dan Riau duluan mengalaminya baru kemudian Kalimantan. Seakan membenarkan apa yang diekmukanan Prof Chang dan hasil temuan Puslitbang BMKG.
Benteng Bukit barisan yang memaksa udara kaya uap air Samudera Hindia naik perlahan menaiki lereng barat dan menurunkan hujan orografis disana, sedangakn Riau dan jambi tetap mengalami angina turun bukit yang bersifat panas, yang sering disebut angina turun panas. Angin jenis ini juga melanda perkebunan tembakau di Deli, yang dikenal dengan angina Bahorok. Cuma kondisi Deli yang lebih di utara mengakibatkannya tidak mengamami kekeringan separah Jambi Riau.
Angin turun panas di Riau dan jambi ini akan membuat penuapan lahan menjadi lebih agresif, dan terjadi hampir sepanjang tahun. Setengah tahun akibat angin turun panas, setengah tahun akibat angin utara dari Laut China Selatan yang tertarik deras ke daratan Kalimantan. Pada perinsipnya Riau dan Jambi akan menjadi relative kering dengan kelembaban udara yang rendah, disamping mengurangi hujan juga membuat semakin kering lahan sehingga mudah terbakar, atau menghidupkan kembali kebakaran yang tak pernah padam pada gambut di kedalaman.
Dengan posisi geografis daerah ini, menyebabkan kondisi meteorologis setempat menjadi menunjang proses kebakaran hutan. Ini berlangsung sepanjang masa, menyebabkan Jambi Riau kebakaran setiap tahu. Upaya yang didapat dilakukan tentu harus disesuaikan dengan peneyebabnya.
Dikaitkan dengan pasang naik karena sifat pasang surut Laut China Selatan, secara alami dapat digunakan sebagai pemasok air ke kanal-kanal yang dibuat TNI secara permanen di daerah gambut, pengalirannya dapat dipakukan alami atau pompanisasi. Untuk jangka panjang akan membuat humus yang meningkatkan kelembaban dan mempersulit proses kebakaran hutan dan lahan.
SIMPULAN
Dari tinjauan terhadap posisi geografis dan kondisi meteorologis, maka keduanya menyebabkan daerah Jambi dan Riau semakin kering atau rendah kelembabannya, disamping mempersulit proses hujan juga akan memudahkan proses kebakaran. Angin turun panas dari barat dan pusaran angina akibat vortek Laut China Selatan membuat angin yang terkena efek pembelokan menjadi semakin kering dan kurang menurnkan hujan di daerah ini.
Kondisi ini mengakibatkan kebakaran hutan dan lahan di daerah ini sulit dipadamkan, bahkan secara teoritis bisa saja tidak pernah padam tuntas karena menyisakan bara di gambut kedalaman yang siap membesar kembali bila kondisi alami kebakaran terpenuhi, dengan tanpa ada api sebagai awal kebakaran baru.
Karena semua ini terjadi secara alami, maka upaya TNI membuat kanalisasi pemadaman di daerah ini merupakan langkah yang tepat. Pengaliran air dapat menggunakan sifat pasang ekstrim Laut China Selatan yang meninggikan permukaan air sungai yang kebanyakan landau di daerah ini. Minimal di daerah ini air sungai akan sangat mudah, tinggal memikirkan bagaimana cara pengalirannya ke kanal, apakah secara alami atau pompanisasi. Sehingga upaya jangka panjang untuk menyiasati kelakuan alam di daerah ini dapat dilakukan, dampak kabut asap kebaran hutan dan lahan dapat ditekan.
Penulis: Lektor Kepala, Dosen Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Jakarta

0 komentar:

Posting Komentar