Minggu, 05 April 2015

FLORES DEEP EARTHQUAKE

“GEMPABUMI FLORES, AKTIVITAS DIBAWAH DAERAH SENYAP SEISMIC DENGAN BATUAN HOMOGEN”

I Putu Pudja *)
Abstrak
Berita gempabumi selalu menjadi perbincangan yang menarik sejalan dengan semakin meningkatnya frekuensi bencana alam yang diakibatkan oleh gempabumi. Umumnya masyarakat tertarik dengan gempabumi dangkal yang mendatangkan kerusakan pada bangunan. Gempabumi dalam walau menggoncang daerah yang sangat luas, sangat sedikit yang tertarik bahkan segera terlupakan.
Gempabumi Flores 27 Pebruari 2015 dengan kekuatan 7,1 SR dengan posisi pusat gempabumi berada  di Laut Flores, pada  7.55 LS - 122.60 BT.. pada kedalaman 572 km. Gempabumi ini dirasakan sampai Denpasar, Kupang dan Waingapu hingga IV Skala MMI, namun di daratan Flores sendiri sebagai daratan terdekat hanya dirasakan III MMI di Ruteng.
Gempabumi ini terjadi pada back thrust, sebagai gempabumi dalam (Toksoz, 1989) memiliki solusi fokal mekanisme cenderung normal (USGS), sesuai dengan hasil penelitian Fahmi (2014).
Gempabumi Flores ini hanya diikuti oleh gempabumi susulan yang sangat minim, gempabumi susulan yang hanya tercatat pada  pk 23 27 WITA, dengan pusat gempa pada poisi 7,47 LS – 122,52 BT pada kedalaman 567 km dengan kekuatan 5,1 SR. Pusat gempabumi ini terjadi pada daerah di bawah daerah senyap seismic, pada jenis batuan yang homogen.
Kata Kunci : Gempabumi Flores, senyap seismic dan homeogen.
*) Dosen Pada Sekolah Tinggi Meteorologi, KLimatologi dan Geofisika.



I.                    PENDAHULUAN
Ada anggapan bahwa gempabumi yang mempunyai magnitude besar pasti akan mengakibatkan kerusakan. Demikian pula anggapan bahwa masyarakat yang berlokasi semakin dekat dengan pusat gempabumi  akan merasakan goncangan gempabumi yang semakin kuat, dibandingkan dengan tempat yang lebih jauh dari pusat gempabumi.
Anggapan ini tidak selamanya benar, ternyata gempabumi Flores, 27 Pebruari 2015 yang selanjutnya diusebut sebagai gembabumi Flores. Terjadi pada pk. 21:45 WITA wilayah Nusa Tenggara mengalami guncangan ringan akibat gempabumi.
Pusat gempabumi tersebut berada  di Laut Flores, pada posisi 7.55 LS - 122.60 BT. Magnitudo gempabumi tercatat cukup besar mencapai 7.1 SR. pada kedalaman 572 km. Posisi Pusat Gempabumi seperti pada gambar berikut (BMKG).
Description: Info Gempa
Gambar 1. Posisi Pusat Gempabumi Flores 27/02/2015

Hal yang menarik dari gempabumi ini adalah dampaknya yang seakan menyimpang dari asumsi diatas, yaitu masyarakat di daerah yang lebih jauh merasakan goncangannya lebih kuat.
Getaran gempabumi Flores dilaporkan sebagai berikut: dirasakan di Ruteng - Flores (II-III MMI) lebih kecil daripada getaran yang dirasakan di wilayah yang lebih jauh seperti Denpasar, Kupang, Mataram, dan Waingapu yang mencapai IV MMI.
Gempabumi ini mengingatkan kita dengan gempabumi yang sering terjadi di Laut Jawa, diantaranya adalah gempabumi  Indramayu yang merupakan gempabumi yang dirasakan pada daerah yang sangat luas, sampai Singapura, Pekanbaru, Jakarta dan kearah timur sampai Surabaya. Bahkan ada untuk gempabumi Indramayu yang berpusat di Laut Jawa, diakitkan dengan kerusakan yang terjadi di daerah Garut.
Gempabumi, dinihari 9 Agustus 2007, dengan kedalaman 286 km, berkekuatan 7,3 skala Richter telah  menggoyang Pulau Jawa, Pulau Sumatera, hingga negeri jiran Malaysia, Kamis dinihari termasuk dalam kategori gempa dalam yang tidak berpotensi menimbulkan gelombang tsunami.
Gempabumi tersebut terjadi di Indramayu pada lokasi 6:17 LS 107-6.6 BT atau 75 Km Barat Laut Indramayu Jawa Barat dengan kedalaman 286 Km.
Menurut Suharjono ( Antara, 9 Agustus 2009) gempa tersebut mempunyai ciri khusus. Merupakan gempa dalam dengan : (1) dirasakan pada areal yang luas; (2) tidak membangkitkan tsunami, dan (3) tidak diikuti gempa susulan.
Kedua gempabumi tersebut menjadi sangat menarik untuk diteliti, mengingat keduanya merupakan gempabumi dalam, dan terjadinya di back thrust, dengan lintang posisi yang hampir sama berada jauh di utara dari Zona Subdaksi, serta goncangannya  dirasakan di areal yang cukup luas. Gempabumi ini juga sangat minim dengan gempa susulan.
Sangat berbeda dengan gempabumi yang mendominasi terjadi di daerah Subdaksi Nusa Tenggata Timur, yang umumnya sangat kaya dengan gempa susulan.
Sehingga diidentifikasi ada permasalahan “Apakah gempabumi Flores ini memiliki mekanisme dan material sumber yang berbeda dengan daerah lainnya di Nusa Tenggara Timur”.
Kemudaian dalam penelitian ini dirumuskan masalah : “Apakah  gempabumi Flores 27 Pebruari 2015 terjadi pada batuan yang homogen akibat gaya tensi atau tarikan?”

II. Teori Pendukung
Gerak relative lempeng tektonik yang saling berhadapan dan saling menekan atau mendekat, akan membentuk daerah kovergensi. 
Kalau ditinjau dari komponen lempeng tektonik  yang saling berhadapan, maka akan terdapat tiga jenis perbatasan kovergensi, yaitu : (1) perbatasan konvergen antara kerak samudera dan kerak samudera; (2) perbatasan konvergen  antara kerak samudera dengan kerak benua, dan (3) perbatasan konvergen antara kerak benua dengan kerak benua.
Konvergensi antara Kerak samudera dengan kerak samudera, jika terjadi pertemuan lempeng lithosfer yang berupa kerak samudera dengan kerak samudera. Dampaknya adalah : (a) salah satu kerakbumi akan bergerak menunjam ke bawah kerakbumi  samudera lainnya akan menghasilkan Zona Subdaksi (b) lempeng atau kerak bumi yang menunjam memasuki astenosfer, mengalami pemanasan sampai masuk ke mantel bumi. Pada permukaan akan menghasilkan busur kepulauan.
Konvergensi antara kerakbumi samudera dengan kerakbumi benua. Dampaknya adalah : (a) kerak benua yang memiliki massa lebih ringan ini selalu menjadi lempeng penahan. Zona subduksi juga akan terbentuk. (b) pada tepian kerakbumi benua akan terbentuk busur volkanik.
Konvergensi antara kerakbumi benua dengan kerakbumi benua. Pada konvergensi ini tidak terbentuk zona subdaksi, dan tidak ada penunkaman diantara kedua kerakbumi yang saling kovergen. Sebagai dampaknya akan terbentuk barisan pegunungan, di daerah perbatasan. ILustrasi gambaran konvergensi tersbut terlihat pada gambar 2 berikut.
Description: convergent
Gambar 2. Jenis konvergensi. (a) samudera dengan benua, (b) samudera dengan samudera (c) benua dengan benua.
Menurut Toksoz (1979) subdaksi dibedakannya menjadi 5 jenis, yaitu : (1). Subdaksi lengkap, penunjaman terjadi secara total sampai kedalaman 700 km; (2).       Subdaksi relatif muda, yang relative baru terbentuk, dengan penunjaman berusia muda dan masih dangkal; (3) Subdaksi perlahan, dengan kecepatan penunjaman lambat;  (4). Subdaksi lentur, dimana pada ujung lempeng seakan-akan terjadi hambatan sehingga lempeng melengkung, seakan bersifat melentur, dan (5) Subdaksi lemah, sering disebutkan dengan subdaksi pecah, di bagian tengah lempeng terjadi senyap seismic, dalam peta subdaksi seakan terjadi lempeng terputus.
Jenis subdaksi tersebut diilustrasikan sebagai berikut pada gambar 3.
Description: scan0001
Description: scan0001
Gambar 3: Jenis Subdaksi menurut Toksoz (1979).
Penggolongan gempabumi sangat banyak kriteria yang bisa dipilih, diantaranya adalah kedalaman pusat gempabumi atau hiposenter.  Juga digolongkan dari serian dari gempa pendahuluan, gempa utama dan gempa susulan.
Dari kedalaman hiposenter gempabumi dibedakan menjadi: (1)  Gempabumi dangkal dengan kedalaman hiposenter lebih dangkal dari 70 km; (2) Gempabumi menengah, dengan kedalaman diantara 70 km sampai lebih kecil dari 300 km, dan (3) kedalaman hiposenter 300 km atau lebih.
Menurut Mogi (1963), gempabumi digolongkan menjadi 3 tipe, yang dikaitkan dengan rangkaian gempa pendahuluan, gempa utama atau gempa susulan, serta dikaitkan dengan hasil penelitian laboratorium terhadap homogenetas material batuan dimana gempabumi itu terjadi.
Ketiga tipe gempa tersebut adalah : (1) Gempabumi Tipe I, yaitu gempabumi yang merupakan rangkaian gempabumi yang tidak didahului oleh gempa pendahuluan. Kejadian ini dikaitkan dengan material yang homogeny; (2) Gempabumi Tipe II, yaitu gempabumi yang merupakan rangkaian dari gempa pendahuluan, gempa utama dan gempa susulan. Kejadian ini dikaitkan dengan material yang semi homogen, dan (3) Gempabumi Tipe III, yang sering disebut sebagai swarm, merupakan rangkaian gempabumi yang tidak memiliki gempa utama, dengan rangkaian gempabumi sedemikian rupa dan berhenti tanpa ada gempabumi utama sampai berhentinya rangkaian gempa. Kejadainnya dikaitkan dengan material yang sangat heterogen.
Hasil penelitian Fahmi (2014) diantarnya adalah untuk daerah tektonil Nusa Tenggara Timur dima Gempabumi Flores terjadi, ada kesenjangan seismik di sepanjang slab subduksi pada kedalaman 200 – 500 km akibat partial melting, rentang kedalaman senjang seismiknya berkurang semakin ke arah timur dengan rentang kesenjangan seismik pada wilayah timur penelitian 300 – 500 km.
Diduga hal ini yang menyebabkan terjadi daerah tension di bagian slab yang menunjam yang sangat berpengaruh terhadap mekanisme gempabumi di daerah tersebut.
Dari ploting hasil fokal mekanisme menunjukkan bahwa di  daerah dimana Gempabumi Flores ini terjadi, merupakan mekanisme sesar normal.
Dari uraian teori diatas serta informasi gempabumi Flores27 Pebruari 2015, yang dihimpun dari lapangan, dapat disusun hipotesis bahwa :
Gempabumi terjadi pada krakbumi yang merupakan material batuan yang memiliki sifat yang  homogen pada daerah tension.
ANALISIS DATA DAN DISKUSI
Hasil analisis BMKG terhadap data gempabumi Flores, didapat kan bahwa genpabumi tersebut terjadi pada tanggal 27 Pebruari 2015, pk 21 45 03 WITA, posisi pusat gempabumi pada posisi 7.55 LS - 122.60 BT. Pada kedalaman 572 km. Dengan kekuatan 7,1 SR. Posisi ini ada di laut Flores , 129 km Timur Laut Sikka Flores.
Hasil analisis Dlobal CMT maupun USGS menunjukkan bahwa mekanisme pada pusat gempabumi dominan normal. Terlihat pada ganbar berikut:
Description: C:\Users\I Putu Pudja\Documents\Solusi-Normal.png
Gambar 4 : Solusi Fokal Mekanisme Gempa Flores 27 Pebruari 2015
Juga tercatat sekali gempa susulan yang terjadi pada hari yang sama pk 23 27 WITA, dengan pusat gempa pada poisi 7,47 LS – 122,52 BT pada kedalaman 567 km dengan kekuatan 5,1 SR.
Daerah ini memang merupakan daerah sarang gempabumi dalam . Tercatat sedikitnya sedikitnya 6 kali sejak 1976, dan salah satunya pada posisi yang hampir sama dengan solusi fokal mekanisme yang hampir sama adalah yang terjadi 7 Juni 1991, yang mempunyai pusat gempa pada posisi yang berdekatan dengan gempabumi 27 Pebruari 2015, yaitu pada posisi : 7,07 LS – 122,43 BT pada kedalaman 535 km dan magnitude : 6,9 SR (Mw).
Description: Description: E:\TUGAS KULIAH\SEMESTER 5\TUGAS AKHIR\PETA\PETA SEISMISITAS\HASIL JPG\YANG DIPAKAI DI NASKAH TUGAS AKHIR\FOCAL_MECHANISM_CLUSTER.jpgKerapatan gempabumi untuk daerah Nusa Tenggara ditunjukkan pada Gambar   berikut :







Gambar 5 : Seismisitas Nusa Tenggara dengan Solusi Fokal Mekanisme dari Global CMT (Fahmi, 2014)
Memperhatikan data hasil analis kedalaman gempabumi Flores, yaitu 575 km, menunjukkan bahwa gempabumi tersebut merupakan jenis gempabumi dalam, terjadi di daerah slab lempeng tektonik yang menunjam, setelah melewati daerah senjang seismic, sehingga mekanisme pusat gempa yang terjadi menunjukkan dengan jelas bahwa gaya yang dominan memicu gemabumi adalah gaya tension.
Setelah melewati proses melting melalui daerah yang panas maka material batuan dimana gempabumi itu terjadi menjadi mendekati homogen. Ini ditunjukkan oleh minimnya gempabumi susulan yang menyertai gempabumi utama. Tipe gempabumi ini termasuk gempabumi tipe I dalam penggolongan Mogi.
Gempabumi Flores memiliki daerah spectrum goncangan yang sangat luas, sepanjang Kupang – Denpasar, dengan distribusi goncangan lebih kuat pada daerah yang lebih jauh. Ini mirip dengan sifat goncangan gempabumi Indramayu yang sama sama merupakan gempabumi dalam.
KESIMPULAN
Dari uraian pada diatas terhadap Gempabumi Flores 27 Pebruari 2015, dapat disimpulkan bahwa:
1.       Gempabumi Flores  terjadi pada batuan yang homogen, dengan gaya tension sebagai penyebabnya.
2.       Gempabumi Flores terjadi di bagian slab yang berada di bawah daerah senyap seismic.
3.       Posisi gempabumi Flores dan Gempabumi Indramayu terjadi pada wilayah sama-sama pada back thrust, gempa dalam dengan sifat guncangan yang sama.
Daftar Pustaka
1.       Newcomb, K.R., McCann W.R., (1987). Seismic History and Seismotectonics of Sunda Arc, JGR, New York,
2.       Pudja, I Putu, Homogenetas Batuan dan Tipe Gempabumi. www.bigsain.com. 2015.
3.       Ritsema, A. R.; Sudarmo, R. P.; Pudja, I. Putu; The generation of the Banda Arc on the basis of its seismicity, Netherlands Journal of Sea Research, Volume 24, Issue 2, p. 165-172.
4.       Fahmi Nugraha, Muhamad,Identifikasi pola Tektonik Daerah Bali dan Nusa Tenggara Berdasarkan Seismisitas dan Komposit Mekanisme Sumber Gempabumi, Akademi Meteorologi dan Geofisika, Tangerang, 2014.
5.       Jie Yuan Ning dan Shao Xian Zang, On The Generation of Deep Focus Earthquakes in Subduction Zone, Acta Seismologica Sinica, Vol 12 pp 575 – 583, 1999.
6.       Vassilion MS dan Hager BH, Subduction Zone Erathquake and Stress in Slab, Pageoph, Vol 128, N0. ¾ , 1988.
7.       …………, Plate Tekctonic Lecture-5 : Subduction Zone and Islands Arcs, http://www.le.ac.uk/gl/art/gl209/lecture5/lecture5.html
Sumber Dat

0 komentar:

Posting Komentar