Selasa, 30 Maret 2010

Kamis, 14 April 1994 yang lalu, daerah Kabupaten Paniai kembali diguncang gempa kuat. Laporan dirasakan gempa datang dari Enarotali, Timika, Serui, dan Nabire ibukota Kabupaten Paniai. Trauma beberapa kali bencana gempa yang terjadi di tanah air, maupun di mancanegara belakangan ini kelihatannya kentara sekali.
Begitu terasakan gempa, langsung saja Badan Meteorologi dan Geofisika, Wilayah V Jayapura disibukkan oleh deringan telepon dari masyarakat setempat, wartawan kantor berita nasional dan kantor berita internasional yang umumnya bermarkas di Jakarta. Mereka menanyakan informasi gempa, menanyakan kerusakan yang terjadi, maupun korban yang diakibatkannya.
Maklum saja gempa tersebut merupakan gempa yang cukup kuat yaitu dengan kekuatan M1 = 6,0 SR atau Mb = 6,5 SR. Gempa tektonik dengan kekuatan demikian pasti ditangkap oleh seluruh sensor gempa yang tersebar di permukan bumi secara global. Demikian juga Dinas Survey Geologi Amerika Serikat, dari Golden Colorado segera menginformasikannya.
Hasil lengkap analisis data gempa ini oleh Badan Meteorologi dan Geofisika, adalah sebagai berikut : Gempa terjadi pada pukul 07.22.29,45 WIT, pada posisi 3,16 LS – 136,05 BT pada kedalaman 45 km dengan kekuatan seperti telah disebutkan di atas. Posisi tersebut, diujung barat Pegunungan Tengah Irian Jaya. Sedang getaran gempa susulannya, walau tergolong minim, namun sekitar 12 kali tercatat selama 24 jam pertama setelah gempa utama. Dan sampai 16 April 1994 jaringan pencatat gempa di Irian Jaya masih merekam gempa susulan yang cukup kuat, yaitu sekitar 5,8 SR.
Intensitas gempa tersebut dilaporkan paling keras terasakan di daerah Enarotali, yang berjarak hanya sekitar 50 kilometeran dari episenter gempa. Masyarakat setempat melaporkan karena getaran gempa mengakibatkan bangunan bergetar hebat, pejalan kaki limbung, air di bak mandi bergoyang sedang drum penampungan air dengan air yang penuh mampu digeser sejauh 4 cm akibat getaran gempa tersebut.
Namun sampai saat tulisan ini dibuat dari daerah kejadian belum ada laporan kerusakan maupun korban jiwa, baik laporan yang disampaikan Pemda setempat maupun petugas Stasiun BMG Enarotali.
Masyarakat daerah lain yang juga merasakan goncangan gempa ini adalah masyarakat Timika dengan gejala getaran keras pada tembok dan jendela rumah. Di Serui getaran juga dirasakan sekitar 3 detik. Ketiga daerah ini melaporkan arah getaran gempa adalah Utara-Selatan. Sedang di Nabire, ibukota kabupaten Paniai, getaran gempa ini dirasakan hanya sekitar 11 Skala MMI.

Langganan Gempa
Kalau pusat gempa baru lalu dipetakan pada peta tektonik Irian Jaya maka terlihat bahwa daerah pusat gempa berada pada daerah pertemuan tektonik lempeng Hindia Australia dan tektonik lempeng Pasifik yang saling bergerak mendekati relatif satu sama lain. Tektonik lempeng Hindia Australia bergerak ke arah barat dengan kecepatan 9 cm per tahun dan Hindia-Australia bergerak arah utara dengan kecepatan 7 cm per tahun (Minster dan Jordan, 1978).
Persis sekitar daerah pusat gempa merupakan daerah pertigaan pertemuan tektonik lempeng tersebut yang sejajar dengan Pegunungan Tengah, di daerah Enarotali bercabang dua. Pertama, ke arah barat laut menuju Sorong terus sampai ke Maluku Utara, dan lainnya menuju arah barat sedikit selatan menuju Laut Banda.
Pada daerah Enarotali, tempat pusat gempa terakhir berada, sedikitnya sudah empat kali terjadi gempa (tidak termasuk gempa terakhir, 14 April 1994 lalu) dalam sepuluh tahun terakhir terjadi gempa dengan kekuatan yang hampir merata. Gempa tersebut diantaranya adalah :
  1. Gempa Nabire, 22 Mei 1984, dengan kekuatan M1 = 5,8 SR yang mengakibatkan kerusakan pada bangunan penduduk di Nabire.
  2. Gempa Enarotali, 15 September 1985 merupakan gempa bumi yang cukup kuat dengan kekuatan M1 = 5,8 SR, sehingga menimbulkan kerusakan dan korban 10 orang meninggal.
  3. Gempa Enarotali-Tembagapura, 4 September 1989, merupakan gempa cukup kuat dengan kekuatan M1 = 5,5 SR. Gempa ini sempat memporakporandakan barang-barang di supermarket yang ada di daerah kawasan tambang Tembagapura Freeport. Bahkan video sampai terlempar dari atas meja akibat kerasnya getaran gempa ini.
  4. Gempa Nabire, 19 Januari 1994 lalu, yang merupakan salah satu runtun gempa yang terjadi pada Januari 1994 lalu di margin tektonik lempeng Pasifik. Getaran gempa ini dirasakan pada cakupan daerah yang cukup luas antara Wamena, Nabire, Biak, Timika, dengan variasi intensitas antara III-IV Skala MMI (Modified Mercally Intencity). Dan terakhir adalah gempa Enarotali, 14/04/94.
Bila melihat sepintas data gempa di daerah Enarotali, Kabupaten Paniai, terlihat bahwa kehadiran gempa terulang sekitar 4 sampai 5 tahunan, dengan kekuatan 5,5-6,0 SR. Ada tendensi (walau belum cukup data) gempa Nabire mendahului gempa Enarotali.
Aktivitas gempa ini menunjukkan bahwa daerah dataran tinggi Nabire –Enarotali, merupakan salah satu segmen aktif zona “collision” (tumbukan) antara tektonik lempeng Hindia-Australia yang mendorong ke arah utara tektonik lempeng Pasifik yang bergerak ke arah barat.
Dampak lainnya adalah membentuk jalur Pegunungan Tengah Irian Jaya yang sarat dengan bahan mineral, diantaranya tembaga dan emas itu. Bagian lain zone tumbukan ini membentuk daerah aktif gempa panjang Jayawijaya, yang salah satu gempanya yang terkenal adalah gempa Kurima, 1 Agustus 1989 dan gempa Lembah Baliem, 19 Januari 1981 dengan 256 orang korban meninggal. Besarnya korban di sini diakibatkan oleh timbunan tanah longsor pasca gempa.

Rawan Longsor
Walau sepanjang zona tumbukan tersebutkan di atas merupakan generator gempa dengan kekuatan yang cukup kuat antara 5,5 – 6,0 SR lebih. Namun kedua segmen itu (segmen Enarotali dan segmen Baliem) memiliki sedikit perbedaan dalam dampak akibat gempa.
Gempa di kedua segmen ini umumnya disertai dengan tanah longsor, karena daerah pusat gempa bersisian atau persis pada lembah yang sejajar dengan Pegunungan Tengah (salah satu segmennya adalah Jayawijaya). Kemiringan lerengnya sangat terjal.
Di segmen timur karena populasinya yang lebih padat dari bagian segmen barat, sehingga jumlah korban sangat berbeda. Demikian juga untuk dua gempa terakhir, gempa Nabire (19/01/94) dan gempa Enarotali (14/04/94) lalu, walau kekuatan dan intensitasnya dilaporkan sangat kuat, namun dari lokasi pusat gempa dilaporkan tidak ada korban jiwa.
Mengingat posisi pusat gempanya yang rawan dan perkembangan penduduk di daerah ini cukup pesat maka penataan pemukiman sangat perlu dilakukan guna menekan sekecil mungkin dampak bencana gempa yang akan terjadi. Pemukiman sepatutnya menghindari berhadapan dengan lereng yang kritis dan kemiringan terjal.
Keinginan sementara birokrat untuk membangun pusat perkotaan di daerah Nabire, Enarotali dan sekitarnya di masa mendatang, hendaknya tidak meremehkan faktor gempa ini sebagai masukan yang patut dipertimbangkan.

Tiga Simpul
Dari kilas balik terhadap data sepuluh tahun terakhir atas gempa-gempa yang terjadi di segmen Pegunungan Tengah, Irian Jaya dan yang berada pada segmen Enarotali – Tembagapura, Kabupaten Paniai dapat ditarik tiga simpul :
  1. Segmen Enarotali – Tembagapura merupakan salah satu segmen aktif yang menjadi sarang gempa kuat (5,5 < M1 < 6,0 SR) dari zona tumbukan antar tektonik lempeng Hindia-Australia dan tektonik lempeng Pasifik.
  2. Ada kecenderungan gempa-gempa Enarotali, didahului oleh gempa-gempa di Nabire, daerah lain di Kabupaten Paniai, perulangannya diduga terjadi sekitar 4 sampai 5 tahunan.
  3. Luasnya daerah yang merasakan intensitas setiap gempa yang terjadi di Kabupaten Paniai menunjukkan sifat dominasi kontinen daratan Irian Jaya. Ini membuktikan bahwa sebagian belahan Irian Jaya dulunya memang menyatu sebagai lempeng kontinen dengan Australia dengan bagian penyambungnya adalah dangkalan sahul yang menjadi fondasi Laut Arafuru yang memisahkan daratan Irian Jaya dengan benua Australia.

Dimuat di harian Suara Karya tanggal 25 April 1994

0 komentar:

Posting Komentar