Minggu, 25 Juli 2010

GEMPA MANDAILING NATAL DAN TITIK LEMAH SESAR SUMATERA

Banyak daerah yang diguncang gempa selama bulan Juli 2010 ini menandakan bahwa wilayah Indonesia berada pada daerah yang sangat aktif dalam masalah kegempaan. Dapat kita catat diantaranya daerah yang merasakan goncangan gempa selama Juli 2010 adalah : Serui, Manokwari, Biak di papua; Daerah Raba – Bima Sumbawa, NTT; daerah Periangan Selatan Jawa Barat; Bintuni, Nias, Kepahiyang, Padang Panjang, Muara Sipongi , Sumatera, dan Halmahera dan Ternate Maluku Utara.

Secara umum daerah tersebut memang merupakan daerah yang sering diguncang gempabumi. Yang paling menarik diantara gempa-gempoa tersebut adalah : Gempa Penyabungan, Mandailing Natal Sumatera Utara, yang terjadi Sabtu, 24 Juli 2010 pk. 09 11 24 WIB, dengan kekuatan 6,0 Skala Richter (SR) dengan pusat gempa di darat pada titik 1,02 derajat Lintang Utara - 99,5 derajat Bujur Timur, sekitar 18 km arah barat laut Penyabungan, Mandailing Natal.

Gempa ini menjadi sangat menarik bukan hanya karena menimbulkan kepanikan mengingat kejadiannya pada jam sekolah, tetapi juga karena pusat gempanya di daratan, dengan luas daerah goncangan yang sangat luas, meliputi : Penyabungan IV – V Skala MMI, Sibolga III – IV Skala MMI, Lubuk Sikaping III Skala MMI,Padang Sidempuan, IV Skala MMI, Riau III Skala MMI, Painan I – II Skala MMI, dan Mandailing Natal V Skala MMI.

Gempa ini mengingatkan kita dengan gempa di daerah yang sama yang terjadi 18 Desember 2006, dengan kerusakan yang cukup parah dan kesulitan mendistribusikan bantuan logistik ke daerah bencana merngingat saat itu sudah musim hujan, dan bencana diperparah oleh banyaknya longsor yang menimbun jalan raya sehingga menyulitkan transportasi darat. Bila dilihat dari kekauatnnya gempa saat itu hanya berkekuatan 5,6 Skala Richter. Namun kerusakan cukup parah dengan korban sedikitnya 4 orang meninggal dunia. Kedua gempabumi yang terjadi sama-sama mengakibatkan kerusakan bangunan setempat.

Jadi kedua gempa ini dapat dikatakan sebagai aktipitas dari zona yang sama, sama-sama sebagai aktipitas sesar Sumatera, yang dikenal mempunyai beberepa segmen aktip. Belakangan menimbulkan kerusakan lainnya adalah Gempa Batusangkar, yang sangat banyak menelan korban. Diikuti dengan Jambi yang menimbulkan kerusakan secara lokal disekitar segmen yang mengaktif, dimana pusat gempa itu berada.

Untuk daerah Sumatera saja sepanjang Juli 2010 ini dapat kita catat beberapa gempa yang dirasakan tersebut diantaranya adalah :

  • 1. Tanggal 24 Juli 2010 adalah Gempa Siberut Mentawai, dirasakan sampai III Skala MMI di Padang Panjang dan Pekanbaru.
  • 2. Tanggal 24 Juli 2010 adalah Gempa Penyabungan, dirasakan sampai III Skala MMI di Panjang dan Padang Panjang. Ini sebagai gempa susulan Gempa Mandailing Natal.
  • 3. Tanggal 14 Juli 2010 adalah Gempa Gunung Sitoli, yang dirasakan hingga II – III Skala MMI di Gunung Sitoli.
  • 4. Tanggal 13 Juli 2010 (dua kali )adalah Gempa Gunung Sitoli, yang dirasakan hingga III – IV Skala MMI di Gunung Sitoli.
  • 5. Tanggal 8 Juli 2010 adalah Gempa Kepahiyang Bengkului, yang dirasakan hingga II MMI di Kepahiyang.

Gempa gempa ini menunjukkan bahwa Sumatera secara keseluruhan sangat sering di guncang gempabumi, dan stabilitas tektonik pasca gempa Aceh rupanya belum tercapai.

TITIK LEMAH SESAR SUMETERA

Seperti telah diketahui bersama bahwa Sumatera mendapat ancaman bencana gempa yang berpusat pada, (1) Zona Subdaksi, berada didasar laut memanjang sejajar pulau Sumatera di pantai barat, sebagai pertemuan antara lempeng Indo-Auatralia dan lempeng Eurasia, dengan gaya dorong yang berarah Utara-Timur Laut, dengan dampak di daratan Sumatera membentuk sesar Sumatera yang memberlah Pulau Sumatera dari Teluk Semangko sampai Teluk Andaman.(2) sesar Sumatera itu sendiri yang memiliki beberpa titik lemah, daiantaranya dimana gempa Mandailing Natal itu berpusat, serta titik dimana pusat gempabumi Batusangkar berada.

Berulangnya gempa mandailing Natal dengan periode ulang yang relatif singkat ( sekitar 3,5 tahun saja) , dapat dianggap sebagai berita baru, yang membawa berita bahwa :penumpukan energi gempa di sepanjang sesar Sumatera sangat cepat; dan sangat mungkin demikian pula yang terjadi pada titik-titik lemah lainnya, sehingga sangat mungkin segemn-segmen lainnya saat ini aktif, tinggal menunggu kapan energi tiu dilepas sebagai gempabumi. Dan yang oaling menarik lagi adalah pusatnya di darat.

Karena aktip sesar Sumatera tidak dapat dipisahkan dengan aktifitas pada Zona Subdaksi, maka ’generator gempa’ disana sedanga bekerja. Ini diperlihatkan oleh masih banyaknya gempa-gempa dengan kekuatan diata 5,0 SR, terjadi di perairan barat Sumatera sepanjang Zone Subdaksi tersebut, dari sebelah Barat Lampung sampai Andaman.

Kerusakan yang kembali terjadi saat gempa 24 Juli 2010, membawa peringatan kepada kita bahwa untuk daerah Mandailing Natal –demikian pula untuk daerah Sumatera sepanjang segmen aktip sesar Sumatera- dalam membangun pemukiman dan terutama untuk bangunan publik, seperti bangunan sekolah, pasar, mall, bangunan kantor dll sudah waktunya memberlakukan persyaratan bangunan tahan gempa. Dan yang perlu diingat bahwa bangunan tahan gempa tidak berarti harus menjadikan bangunannya lebih mahal.

Bangunan dengan kerangka kayu dengan siku dan enggsel pada sambungan secara historis merupakan bangunan tradisional tahan gempa, sebagai kearifan lokal perlu dipertimbangkan kembali keberadaannya sebagai bangunan tahan gempa. Kalau memang mau modern bangunan beton bertingkat juga tidak masalah asalkan dibangun dengan memperhitungkan kekuatan gempa maksimum yang mungkin terjadi di daerah ini.

Peran pemerintah daerah dalam mensosialisasikan bangunan tahan gempa ini sangat diperlukan. Demikian pula sosialisasi tentang strategi aman di daerah gempa, cara penyelamatan diri, maupun penanganan bencana sampai pasca bencana perlu dimiliki aparat pemerintah setempat. Untuk Sumatera rupanya tugas ojo tidak hanya merupakan tugas pemerintah Mandailing Natal saja, akan tetapi hampir semua Propinsi kecuali Kepri, memiliki segmen aktif ini sehingga ada baiknya program ini merupakan program rutin pemerintah daerah.

Terlebih bila kita ingat bahwa kerusakan dan korban bencana akan sangat besar bila masyarakat di daerah tersebut melkupakan daerahnya sebagai daerah bencana. Ingat gempa Yogyakarta, karena masyarakat melupakan daerahnya sebagai daerah bencana sedang bangunan di buat tidak tahan terhadap goncangan gempa, menyebabkan pada saat gempa Yogya yang lalu sangat banyak korban dan kerugian yang diakibatkannya.

ALTERNATIF TRANSPORTASI LOGISTIK

Dari data gempa serta posisi Mandailing Natal, terlihat bahwa gempa di daerah tersebut mempnyai peluang perulangannya relatif singkat. Sehingga sangat mungkin di waktu-waktu mendatang gempa akan sering terjadi di daerah ini. Mengingat semua akses ke Mandailing Natal melalui bukit-bukit ( Bukit Barisan) yang sangat rawan longsor saat terjadi gempa, terlebih bila gempa terjadi musim hujan sangat berpotensi sebagai penghambat penyampaian logistik pasca bencana alam khsusunya gempabumi.

Menyikapi hal ini pemerintah terutama pemerintah daerah sudah saatnya memikirkan akses ’emergency’ untuk penyampaian logistik saat penanganan bencana. Misalnya ide pemerintah untuk membanguin bandara yang minimal bisa didarati pesawat Hercules ada pada setiap daerah yang rawan bencana, atau dekat dengan daerah bencana.

Multi guna dari bangunan ini pada keadaan normal tidak ada bencana, juga dapat digunakan memperlancar perekonomian dan arus barang dari/ke daerah tersebut di era transportasi udara saat ini. Sehingga manfaat pembangunan bandara ini tidak melulu untuk keperluan bencana saja. Dan akan sangat baik lagi apabila pembangunannya bisa dimanfaatkan beberpa kabupaten agar perekonomian wilayah dapat saling bersinergi. Dari bencana gempabumi Mandailing Natal bisa kita petik beberapa peringatan dan beberapa pelajaran agar kita dapat hidup nyaman dan akrab dengan bencana.



Penulis : Kepala Pusat Litbang BMKG, Jakarta.

0 komentar:

Posting Komentar