Minggu, 26 Januari 2014

Modifikasi-Cuaca

MODIFIKASI CUACA HANYA USAHA MERANGSANG HUJAN

Musim hujan kali ini berdampak banjir yang sangat luas di tanah air. Bahkan di Jakarta dan pantura disamping intensitas banjir nya bertambang tinggi, juga waktu banjir kelihatannya sambung menyambung, sehingga banjir berkepanjangan, membuat sangat banyak pendapat tentang hal ini. BPPT telah menawarkan kepada Pemda DKI sebuah teknologi yang mereka sebutkan dengan modifikasi cuaca untuk mengatasi hujan lebat yang menimpa wilayah Jakarta.
Banyak pihak yang skeptis terhadap program ini, yang sudah dilaksanakan dengan biaya yang cukup wak Rp 20 Milyar. Dan hasilnya konon mampu mengurangi curah hujan 22 persen. Kita tidak mencoba membahas tingkat keberhasilan dan kegagalannya teknologi ini. Namun mencoba mengenal lebih jauh apa sih sebenarnya teknologi modifikasi cuaca ini. Kedengarannya kita kok menentang takdir kata beberapa komentar masyarakat di sosmed –sosial media-.
Teknologi itu sebenarnya mempunyai konsep sama dengan konsep  ‘nerang’ di Bali yang banyak dilakukan oleh juru terang yang masih banyak dicari saat melaksanakan hajatan atau membuat keramaian seperti nanggap arja, drama dan lain-lain di Bali.

NERANG DAN MODIFIKASI CUACA
Penulis sempat berbincang dengan seorang Balian, yang juga mempunyai kemampuan Nerang, dari Cau, Marga Tabanan, yaitu Bapak Sribudi. Beliau menceriterakan bahwa kegiatan nerang itu adalah sebuah kegiatan untuk :

  1. Menahan awan yang menutupi suatu daerah dalam waktu tertentu, semakin pendek waktunya semakin mudah dilakukan kata beliau, dan atau 
  2. Memindahkan awan yang menutupi suatu daerah ke daerah lain, agar hujannya turun di daerah lain diluar objek yang dibuat terang –baca tidak ujan-.
Beliau menggunakan doa, diikuti dengan kemampuan supra natural yang dimiliki. Menurut beliau memang lebih banyak berhasil, terutama kalau waktunya semakin singkat dan luasan daerah yang ditutup tidak hujan semakin sempit.
Demikian juga dengan modifikasi cuaca, tidak lain adalah suatu proses mempercepat turun hujan dari awan yang ada di udara, sehingga turun menjadi hujan. Sehingga dapat dikatakan bahwa teknologi ini sebenarnya adalah teknologi hujan buatan. Lho kok di Jakarta musim hujan malah membuat hujan buatan lagi.
Nah hujan buatan disini, sama dengan konsep nerang, yaitu menurunkan hujan ditempat lain, yang dampak airnya tidak membuat banjir. Kita ketahui bahwa asal terbesar penguapan untuk menjadi awan adalah lautan, sehingga pembentukan uap air menjadi awan secara logika akan terbentuk di atas lautan. Karena proses angin awan itu akan terdorong kedaratan, apakan angin itu angin laut atau angin monsun.
Kalau akibat dorongan angin laut, maka proses itu akan berlangsung siang hari, sehingga secara statistik seperti Jakarta dan daerah lainnya di Indonesia, hujan lebat akan lebih banyak dan sering turun setelah siang hari. Untuk memodifikasi cuaca dalam keadaan seperti ini adalah bagaimana menurunkan hujan sebelum awan tersebut sampai di atas daratan, atau masih di atas laut. Itu yang dilakukan oleh teknokrat BPPT, sehingga secara teoritis masuk akal. Modifikasi cuaca pengurangan banjir adalah teknologi hujan buatan, yang mempercepat awan menjadi hujan dan turun sebelum masuk ke daearah, sehingga hujannya di laut bukan di DAS penyebab banjir. Sederhana kan.
Persoalannya muncul pada angin yang akan dilawan cepat-sepatan dalam teknologi ini, serta cakupan wilayah awan yang begitu luas saat musim hujan seperti ini, yang dikatakan dipengaruhi dinamika global dan regional sehingga intensitas hujan menjadi meninggi, pembentukan awan sangat progresif.
Untuk kasus modifikasi cuaca di Jakarta dengan hanya satu pesawat Hercules, berapa sih luasan yang mampu ditaburi bahan hujan buatan itu, dan berapa cepat sih kecepatan pesawat ini dengan kecepatan angin, apalagi kalau anginnya berubah ubah, apalagi bila dibadingkan titik sebar bahan yang ditabur atau disemai, dapat dikatakan hanya sebuah titik bila dibandingkan dengan langit Jakarta.
Bahan yang ditabur adalah bahan yang mampu mempercepat awan menjadi hujan, jadi ingat hujan buatan hanya bisa dilakukan kalau sudah ada awan. Tidak mampu membentuk awan. Bahan yang ditaburkan bahan yang mampu memperdingin kondisi awan dan berisfat mendinginkan sehingga cepat terjadi kondensasi yang memenuhi syarat butiran hujan. Bahan tersebut berupa garam dapur, es kering, atau urea. Semua bahan tersebut mempunyai sifat sebagai inti kondensasi dan membuat lingkungan lebih dingin. Ingat tukang es putar yang selalu manambahkan garam pada lapisan es pendingin yang disusun diluar kaleng es putarnya.
Jadi secara teoritis memang modifikasi cuaca itu mampu memindahkan turun hujan, tapi kecepatannya akan kalah dengan proses penyebaran awan, apalagi seluruh langit seperti jakarta tertutup awan, kalau sporadis awannya memang akan lebih berhasil. Begitu juga seperti telah disebutkan sebelumnya kemampuan tabur sebuah pesawat terbang, yang sangat terbatas kecepatan dan keringgiannya, menjadikan posesnya dapat dikatakan akan tidak sangat efektif. Ini juga dijadikan alasan bahwa teknologi ini tidak digunakan oleh negara maju dan kaya dalam membuat hujan buatan atau mengurangi banjir, seperti Amerika misalnya.
Sekali lagi, seharusnya oleh pengambil keputusan untuk teknologi modifikasi cuaca ini perlu lama ditimbang-timbang sebelum diputuskan diterapkan untuk mengurangi curah hujan.

PROSPEK DI BALI
Untuk Bali, teknologi ini kelihatannya sangat prospek digunakan mengisi debit air danau yang banyak terdapat dibali, pada saat penghujung musim kemarau, dimana di datas pegunungan di Bali masih kaya dengan awan, yang bisa dipacu untuk menjadi hujan mengisi air danau. Perlu diingat awan di pegunungan ini biasanya sangat berkelompok, dan mudah terpencar lagi kalau diembus angin pancaroba, sehingga potensial untuk diprematurkan menjadi hujan.
Hujan buatan ini tidak membahayakan bila dijadikan air baku atau bila mengguyur daerah  pertanian, karena bahan yang dipakai adalah urea, garam dapur atau es kering. Namun tentu tidak efektif digunakan untuk memindahkan daerah hujan, sepanjang musim hujan yang berpotensi banjir ini.
Sifat hujan di Bali, saat musim hujan akan segera turun bila sudah mendung tebal, dengan pergerakan yang sangat cepat dari atas lautan selatan menuju daratan. Ingat hujan Klecung, yang dikenal di daerah Tabanan, akan segera turun hujan bila ada awan tebal atau Cb, yang terbentuk di arah barat daya, dan segera bergerak ke darat. Sudah dapat diduga daerah yang ditutupinya akan segera turun hujan.
Demikain teknologi modifikasi cuaca yang sedang diterapkan di DKI Jakarta, yang mempunyai konsep dengan konsep juru terang yang menggunakan kekuatan supranatural dan masih ada di Bali, yaitu teknologi memindahkan turun hujan disuatu daerah kedaerah lain, atau tepatnya membuat hujan prematur turun sebelum awannya mencapai daerah yang dilindungi agar curah hujannya tinggi. Melihat kemampuan tebar bahan hujan buatan,  cepat dan llingkupannya, maka teknologi ini kurang efektif untuk ‘memandulkan’ awan agar tidak menurunkan hujan disuatu tempat.

Penulis : aktif di BMKG, Lektor Kepala pada Akademi Meteorologi dan Geofisika, Jakarta

1 komentar:

  1. Modifikas Cuaca banyak dinilai gagal, coba baca artikel berikut.

    BalasHapus