Selasa, 17 Mei 2011

MENELISIK CUACA SAAT KECELAKAAN MERPATI DI KAIMANA

Oleh : Putu Pudja dan Akhmad Sasmita


Telah banyak diberitakan di perdebatkan kecelakaan Pesawat terbang MA-60 milik maskapai penerbangan Merpati, di Teluk Somora, menjelang landasan dari Bandara Utarom Kaimana, Papua Barat, 7 Mei 2011. Kecelakaan terjadi sekitar pk 14 05 WIT, atau sekirar pukul 5 05 GMT. Kecelakaan ini menyebabkan semua penumpang dan awak pesawat meninggal tenggelam bersama pesawat yang mereka tumpangi.

Komisi Nasional Keselamatan Transportasi, sedang melakukan penelitian terhadap penyebab kecelakaan tersebut, termasuk akan meneliti kotak hitam pesawat yang sudah ditemukan tim pencari pasca kecelakaan, yang merupakan kerja sama masyarakat setempat dengan Tim Basarnas, TNI dan Polri.

Musibah ini sangat menarik perhatian masyarakat, sampai politikus sebagai wakil rakyat di Senayan sangat ramai mengusut kejadian ini hingga ke dalam proses pembelian MA-60 yang sangat kontrpversial bila kita ikuti beritanya, sehingga tidak sedikit masyarakat berkomentar apapun di negeri ini pasti akan dipolitisir dengan ujung-ujung dibentuknya tim investigasi. Hanya saja seperti biasa rekomenadsi akhirnya sebagian besar tanpa tindak lanjut.

Dengan tidak ingin menambah ramai polemic tersebut, penulis ingin melihat data-data yang dilaporkan, citra satelit cuaca pada waktu dan ruang sekitar kejadian, yang diharapkan agar kita dapat memandangnya lebih jernih peristiwa yang sangat mungkin dialami pula oleh masakapai penerbangan yang lain di Papua mengingat kondisi alamnya yang berat dengan cuacanya yang sering tidak bersahabat.

DATA CUACA SINOPTIK DAN CITRA SATELIT

Seperti banyak dilaporkan bahwa Pesawat Merpati jenis MA-60, nomor MZ8968 terbang dari Sorong menuju Kaimana Jatuh pada jarak sekitar 500 meter dari Bandara Utarom. Juga disebutkan bahwa informasi Kepala Bandara Utarom Kaimana, menyebutkan saat kejadian cuaca hujan, angin kencang, menyulitkan jarak pandang dan pada saat kejadian juga terjadi badai ringan, serta sebelum landing pesawat sempat menambah daya untuk terbang lagi ( Kompas, 8 /5/2011).

Berdasarkan data pengamatan meteorologi sinoptik, yang dilaporkan pada jam jam utama pengamatan yang disepakati secara internasional diantara anggota WMO ( World Meteorological Organization ) yaitu pada waktu pk : 00, 03, 06, 09, 12, 15, 16 dan 21 GMT, dari Stasiun Meteorologi Kaimana dilaporkan bahwa :

Pukul 12.00 WIT atau 03 GMT s/d 15.00 WIT atau 06 00 GMT trend cuaca semakin ekstrim (bad weather) diprakirakan pada pukul 14.00 WIT pada saat pesawat jatuh visibility ( jarak pandang mendatar ) kurang dari 4 km; Pada pk 12 WIT dilaporkan suhu udara 28 derajat Celsius, dan turun manjadi 22 derajat Celsius, pk 15 WIT, dengan visibilita semakin menurun sejak pk 12 WIT.
Demikian pula bila kita telusuri citra satelit cuaca MTSAT sekitar waktu kejadian dan sekitar tempat kejadian, akan kita jumpai bahwa :

Pertama : pukul 04.00 UTC/13.00 WIT terdapat awan Cb ( Cumulunimbus ) dari arah Selatan dan Vortisitas negatif (udara naik) hal ini memberikan makna bahwa pertumbuhan awan aktif dan semakin aktif. Kedua : pukul 05.00 UTC/14.00 WIT disekitar bandara diliputi awan Cb; harga vortisitas tetap negatif hal ini memberi makna bahwa udara labil (pertumbuhan awan semakin aktif). Angin berhembus dari agar tenggara, sehingga terlihat sekitar waktu kejadian pergeseran awan meliputi Kaimana sampai Laut arah tenggara bandara, dengan pergeseran searah angin yaitu dari tenggara. Perhatikan gambar citra satelit berikut:



Gambar Cira Satelit MTSAT per jam Tanggal 7 Mei 2011

Dari data meteorologi sinoptik yang dilaporkan Stasiun Meteorologi Kaimana yang diteruskan sebagai pertukaran data global melalui jaringan GTS (Global Telekominucation Syatem), juga perkembangan awan dan angina yang dicitrakan satelit MTSAT sekitar waktu dan tempat kejadian menunjukkan bahwa cuaca memang dalam kategori tidak baik, sesuai dengan yang dilaporkan Kepala Bandara Utarom Kaimana, setelah kejadian.

Bila memperhatikan kejadian musibah yang menyatakan bahwa pesawat jatuh kelaut sekitar 500 meter menjelang landasan, apakah benar bila pesawat tersebut mendarat searah dengan arah angin. Tapi mungkin juga angin permukaan berlawanan dengan angin yang ditunjukkan citra satelit, yang ikut mendorong perkembangan awan dari arah tenggara.

Data tersebut menunjukkan bahwa cuaca saat kejadian di sekitar bandara Kaimana sampai Laut selatan daerah Kaimana mengalami cuaca buruk, dengan arah pergerakan awan Cb yang berkembang dari arah tenggara, kondisi hujan diperkirakan memperpendek jarak pandang mendatar pada saat menjelang pesawat mendarat.

Hal ini juga membuktikan bahwa cuaca di daerah Papua memang unik, sangat cepat berubah karena perkembangannya sangat cepat, sehingga tidak salah kiranya bila masyarakat selalu mengaitkan setiap kecelakaan penerbangan di daerah ini dengan factor cuaca.

KESIMPULAN

Memperhatikan perkembangan cuaca sekitar saat dan tempat kejadian, khususnya data meteorologi sinoptik, data citra satelit cuaca, maupun laporan Kepala Bandara Utarom Kaimana, diperkirakan bahwa kondisi cuaca pada saat kejadian di sekitar bandara Utarom Kaimana, ikut mempersulit upaya pilot untuk mendarat saat kejadian.

Sebagai implikasi dapat dikatakan bahwa untuk wilayah dengan cuaca yang sangat rawan perubahan dan transportasi udara sebagai tulang punggung transportasi, serta minimnya peralatan dan petugas di bandara-bandara pedalaman seperti Papua, maka akan sangat bermanfaat bila maskapai penerbangan juga memperhatikan perkembangan perubahan cuaca terbaru, seperti dari MTSAT, yang telah dipajang banyak di website termasuk di website BMKG, sebagai pelengkap dokumen keselamatan penerbangan disamping yang telah baku dipersyaratkan organisasi internasional penerbangan sipil.



===========================================================

Kedua Penulis : bekerja di Pusat Penelitian dan Pengembangan, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika.

0 komentar:

Posting Komentar