“DAERAH BALI KEMUNGKINAN KEMARAUNYA MASIL LAMA, KENAPA”
Oleh : I Putu Pudja
Kemarau, Di sawah Main Bola (google.com) |
Semuanya merupakan pertanda
kesulitan air yang dirasakan masyarakat Bali hamper merata. Belum udara panas
dan pengap telah setiap hari dirasakan masyarakat di daerah ini. Yang kemudian
berdampak pada debu yang menyebabkan penyakit ISPA, flu, atau kebakaran lahan
maupun kebakaran di daerah pemukiman. Memang suhu udara tercatat di beberapa
stasiun BMKG yang ada di Bali suhu maksimal siang hari dapat mencapai 37
derajat Celsius bahkan beberapa kali sempat melewati suhu psikis ini.
Terkait kejadian ini tentu banyak
pertanyaan apa yang menyebabkan kemarau kali ini menjadi panjang dan lebih
panas dari biasanya. Tentu bagi yang memudahkan masalah akan segera menjawabnya
itu merupakan pemanasa global, atau perubahan iklim. Guna menjawabnya lebih
realistis kita coba melihat sejenak kondidi udara di atmosfer Indonesia.
TEKANAN TINGGI
Sampai tulisan ini ditulis,
terjadi tekanan udara yang cukup tinggi di perairan selatan khayulistiwa
Indonesia, sama dengan yang sedang terjadi di belahan utara daratan Australia
yang tekanan udaranya juga lagi tinggi, bila dibandingkan dengan normalnya.
DiAustralia utara selama bulan lalu tekanan udara berkisar antara 1012 – 1016 mbar
merupakan tekanan udara yang lebih
tinggi antara 4 – 6 mbar. Kondisi ini tidak baik bagi belahan selatan
khatulistiwa, karena udara basah dari Lau China Selatan tidak bergerak akan
tertarik kewilayah ini secara fisis.
Suhu udara di atas perairan
selatan Indonesia masih rendah, juga akan menyebabkan sulit terbentuknya awan
hujan. Anomali suhu udara diperairan ini rata-rata 0 – 1 derajat Celcius.
Kondisi ini rupanya diperparah dengan berkembangnya tekanan udara rendah
berkembang di ujung utara Sumatera tepatnya sekitar NAD, sehingga massa udara
di perairan selatan Indonesia menjadi konvergen, buyar tertarik kembali kea rah
kenalikannya, sedangkan untuk daerah Aceh sebaliknya akan mendatangkan hujan
lebat, bahkan super lebat yang menyebabkan banjir disana.
Rendahnya suhu permukaan laut dan
tingginya tekana udara di sekitar wilayah perairan selatan Indonesia termasuk
Bali, telah menyebabkan suhu udara sangat tinggi di siang hari, serta
kelembabab yang sangat rendah. Dilaporkan dari hasil pengamatan suhu maksimum
berkisar antara 34 – 38 derajat Celsius, dengan kelembaban relative sampai
terendah sekitar 35 – 40 persem. Jadi pantas saja menyebabkan panas yang
menyengat disiang hari, dan hujan masih susah turun di daerah ini.
KONDISI BALI
Dengan masih berkembangnya
tekanan tinggi di belahan utara Australia, dinginnya permukaan laut di perairan
selatan Indonesia, serta perkembangan tekanan rendah yang masih sering terjadi
di belahan utara khatulistiwa – sekitar Aceh atau sekitar perairan Manado-,
akan membuat semakin kering udara di belahan selatan khatulistiwa, termasik di
Bali.
Hujan di Balipun kelihatannya harus
masih dengan sabar kita tunggu, dengan melihat : (1) menurunnya tekanan udara
di belahan utara Australia; (2) meningkatnya suhu perairan selatan khatulistiwa
–Samudera Hindia-, dan (3) punahnya tekanan rendah yang berkembang di belahan
utara wilayah Indonesia.
Kondisi itu akan memberikan
peluang untuk terbentuknya awan di wilayah selatan khatulistiwa, atau
terdorongnya udara basah dari Laut China Selatan ke eilayah ini. Kondisi ini
akan terjadi bila kondidi normal terjadi
yaitu berembusnya rezim angin monsun baratan, yang memang mempunyai persyaratan
terjadi dengan rendahnya tekanan di daratan Asia dan meningginya tekanan udara
di benua Australia. Secara nyata kalau sudah terjadi angina baret
–baratan- di Bali, itulah pertanda hujan ajan segera datang di daerah ini.
Terus tentu akan timbul pertanyaan, seperti yang dialami
oleh masyarakat Jembrana, nukankan hujan yang turun beberapa kali belakangan
ini sebagai pertanda musim hujan. Belum jawabnya sepanjang ketiga kondisi diatas
masih berlangsung. Bali akan masih mengalami musim kemarau. Hal ini menjadi
perdebatan yang seru diantara pengamat dan peneliti cuava di Indonesia, sepeti
yang penulis perdebatkan dengan Dr Paulus Agus Winarso, seorang pakar meteorology
tropis, yang juga staf pengajar di Sekolah Tingi Meteorologi Klimatologi dan
Geofisika Jakarta, minggu lalu dalam menyikapi penyimpangan musim kemarau tahun
ini.
Kejadian yang sama juga dilamai
beberapa daerah sepanjang jawa – Bali-Nusa Tenggara. Secara umum masih
mengalami musim kemarau yang kering, panas menyengat, ditengah beberapa daerah
mengalami hujan sesekali. Bahkan beberapa mengalami hujan ekstrem yang disertai
angina kencang secara local yang biasanya terjadi saat musim pancaroba. Kita
ikuti hujan menimpas secara ekstrem beberapa saat daerah Klaten, daerah
Lumajang, maupun daerah Maumere yang biasanya lebih parah kemaraunya bila
dibandingkan dengan daerah Bali. Semuanya itu hanyalah anomal kecil menyerupai
pancaroba, ditengah anomaly panjang dan besar yang menimpa kemarau kita.
TIGA KONDISI
Dari hasil pemantauan, pengamatan
dan penelitian terhadap besaran fisis yang berkembang belakangan ini dapat
disimpulan bahwa kemarau di Bali akan masih berlangsung beberapa lama, walau prakiraan
musim hujan sudah dirilis yang memprediksi bali akan mulai dilanda musim hujan
Nopember 2014 ini. Pengebabnya adalah (1) rendahnya suhu permukaan laut di
perairan sekitar Bali sehingga membuat udara miskin uap air sedangkan pasokan
dari barat yang dibawa angina monsoon rezim baratan belum mulai sampai saai
ini. Ini diakibatkan karena (2) tekanan rendah masih banyak terjadi di belahan
utara terutama di atas perairan Aceh dan Manado, sehingga angina menjadi
berbalik arah. Kedua kondisi ini menjadikan Bali dan juga daerah selatan
Indonesia menjadi kering dan panas, secara regional kedua kondisi ini
diperparah oleh (3) tingginya tekanan di belahan utara Australia, yang
seharusnya pada saat bulan-bualn ini sudah rendah sehingga angina monsoon rezim
baratan berhembus normal.
Dari
ketiga fenomena alam itulah yang diamati setiap saat oleh BMKG akan digunajan
memberikan warning atau prediksi kaoan sejatinta musim hujan di Bali datang. Ya
kita harus tetap harus sabar berpanas rida dan berkeringat sepanjang hari
selama ini.
Penulis : Pengajar Pada Sekolah
Tinggi Meteorolgi Klimatologi dan Geofisika, Jakarta,
Kemarau di Bali