Jumat, 16 April 2010

Padang Memang Rawan Gelombang Pasang

Gelombang pasang dan angin putting beliung (badai lokal) melanda daerah Padang (Sumbar), Sabtu malam (28/12/91). Dari lokasi kejadian dilaporkan 33 rumah penduduk dan sebuah bangunan SD rusak akibat kejadian itu.
Gelombang pasang naik hingga ketinggian lima sampai tujuh meter menghajar pemukiman penduduk Ujungkarang, Kecamatan Padang Utara, Kodya Padang. Sedangkan angin putting beliung memporak-porandakan kawasan perumahan murah Perumnas di Siteba, Kecamatan Nanggalo, Kodya Padang. Total kerugian dari kedua kejadian ini sementara diduga mencapai Rp. 50 juta.
Gelombang pasang merupakan kejadian peninggian permukaan air laut. Ia menyandang banyak nama yang dikaitkan dengan faktor penyebabnya. Dia dikenal dengan nama tidal wave, seismic sea wave, teremoto (Spanyol), tsunami (Jepang). Karena Jepang merupakan negara yang paling sering dilanda kejadian ini, dengan skala besar memiliki data yang sangat lengkap, menyebabkan nama tsunami dikenal.
Gelombang pasang yang baru saja menimpa pesisir daerah Padang ini, boleh jadi lebih mengungkap cakrawala beberapa pengamat yang selalu mengaitkannya dengan kejadian gempa bumi bawah laut. Seperti pernah ditanyakan seorang meteorolog dari negara tetangga Maladewa (Malee) kepada BMG beberapa tahun silam.
Dalam pertanyaannya itu ia menanyakan apakah ada gempa bumi yang terjadi di daerah barat laut Aceh bersamaan waktunya dengan tergenangnya daerah pantai Maladewa selama beberapa hari. Setelah dicek pada rekaman semua pencatat gempa BMG ternyata pada kejadian itu tidak satu pun gempa di daerah tersebut.
Kejadian itu memperkuat hasil penelitian penulis yang pernah dipublikasikan melalui harian daerah Sumber Haluan beberapa tahun silam.
Penulis temukan bahwa daerah Padang merupakan daerah rawan tsunami, selain terancam aktivitas gempa bumi.
Keunikan lain tsunami yang menyerang pesisir Padang yakni penyebabnya sungguh bervariasi, seperti akibat gempa bumi bawah laut, gejala vulkanisme, serta akibat ikutan dari cuaca buruk. Ketiga kejadian terkait tersebut penulis ulas di bawah ini serta keterkaitannya dengan posisi daerah Padang secara khusus maupun daerah pesisir barat Sumatera umumnya.

Fisika Klasik
Mekanisme blok pada proses gempa bumi, yang membentuk patahan pada kulit bumi lantai laut/samudera, sangat menentukan terjadinya tsunami yang menyertai gempa bumi bawah laut. Dua dari banyak mekanisme yang dapat memicu tsunami tersebut adalah mekanisme normal dan mekanisme mendatar dari blok tersebut.
Mekanisme normal merupakan mekanisme dengan gerakan blok gayutan (hanging block) bergerak turun relatif terhadap blok kaki (foot block), atau sebaliknya gerakan blok kaki relatif naik terhadap blok gayutan.
Mekanisme ini pada proses gempa bumi memaksa massa air laut turun masuk ke perut bumi bersamaan dengan gerakan turun blok. Namun akibat sifat elastik kulit bumi yang segera berupaya normal kembali setelah energi stress terlepas memaksa massa air laut muntah kembali dari perut bumi dan bila daerah pantai yang dihadapinya sebagai areal muntahan pasti tsunami akan terjadi.
Pendapat tersebut didasari teori mendasar tentang teori elastik rebound dari Reid (1906) tentang gempa bumi sebagai proses pelepasan energi elastik dari stress pada kulit bumi. Kelakuan surutnya air laut sebelum tsunami sangat sering mengecoh warga pantai dan menambah korban jiwa. Pada waktu surut mereka tidak menyadari akan segera disusul pasang. Mereka asyik memungut ikan yang kandas tertinggal air di pasir. Saat keasyikan tersebut, yang sampai jarak relatif jauh dari pantai, mereka tiba-tiba diserang tsunami dan terbawa hanyut olehnya. Kejadian serupa pernah dialami di pantai Lomblen, NTT.
Kecepatan gelombang laut pada saat menerpa pantai sangat ditentukan kedalaman air laut setempat serta besar percepatan gravitasi di mana gempa bumi itu terjadi. Secara sederhana biasa dihitung dengan konsep kekekalan energi mekanik pada fisika klasik, yaitu kesetimbangan antara energi potensial dan energi kinetik. Kemudian secara sederhana ditulis V = SQR (g x d); V : kecepatan gelombang pasang surut, g : percepatan gravitasi setempat, serta d : kedalaman air laut setempat.
Sebagai contoh bila gempa bumi yang terjadi pada dasar laut dengan kedalaman lima km, serta percepatan gravitasi 980 cm per detik kuadrat, maka kecepatan gelombang pasang yang terjadi adalah 800 kilometer per jam. Kalau periode tsunami yang terjadi 15 menit, maka panjang gelombangnya akan 200 km.

Disayangkan
Mekanisme mendatar blok patahan pada saat gempa bumi diyakini belakangan ini sejak para pakar oseanografi Amerika Serikat secara gemilang dapat membuktikannya secara laboratorium dengan simulasi gempa bumi bawah laut. Pembuktian tersebut sedang uji lapangan sebenarnya. Masuk akal jika belum dianut secara luas oleh kalangan seismolog.
Posisi pantai Padang merupakan bagian dari pantai barat Sumatera Hindia, di mana bersemayam daerah penunjaman palung Jawa-Sumatera yang merupakan generator gempa, karena merupakan pertemuan lempeng Hindia-Australia dengan lempeng Asia Tenggara. Dari catatan data yang ada belasan tsunami pernah terjadi di sana.
Daerah penunjaman tersebut memiliki blok gayutan pada sisi barat Sumatera menjadikan sepanjang pantai barat Sumatera secara terbuka menghadang tsunami mengikuti gempa bumi dasar laut di daerah penunjaman tersebut. Karena besarnya ombak Samudera Hindia menjadikan masyarakat jarang menyadari kehadiran tsunami tersebut, padahal pada catatan alat terekam kejadiannya.
Pantai barat Sumatera yang sering dilanda tsunami, hanya ditunjukkan oleh data yang ada pada periode sebelum Indonesia merdeka, mengundang tanda tanya pengamat. Apakah memang tidak pernah diamati masyarakat ataukah masyarakat tidak pernah melaporkan kejadiannya? Padahal data itu sangat dibutuhkan dalam perekayasaan bangunan pantai seperti dermaga. Jangan sampai terjadi seperti pembangunan dermaga Pulau Bay yang termakan ombak sebelum selesai pembangunannya.
Dari catatan tsunami, pantai yang tercatat pernah mengalaminya adalah pantai Lais, Sibolga, Padang, Teluk Bayur, Pulau Bay, pantai Kepulauan Mentawai, Siberut sampai Nias. Sehingga kurangnya data pascakemerdekaan sebenarnya sangat disayangkan.

Produk Ikutan
Sebagai produk ikutan proses penunjaman antarlempeng tektonik pasti akan terbentuk gugus kepulauan vulkanik yang juga sering disebut gugus kepulauan gunung api atau island arc. Demikian pula untuk penunjaman sepanjang barat Sumatera membentuk proses ini. Sehingga terbentuk gugus kepulauan sepanjang sebelah barat Sumatera, yaitu kepulauan yang sejajar garis pantai diapit jalur penunjaman dan Pulau Sumatera.
Namun perlu diingat bahwa gugus kepulauan vulkanik tidak selalu menunjukkan gejala gunung api meletus ke permukaan, karena tidak semua magma mencapai permukaan walaupun sepanjang sejarah geologi kawasan Sumatera menunjukkan aktivitas tektonik yang sangat tinggi. Hal ini ditunjukkan oleh pergeseran arah Sumatera yang perlahan tapi pasti dari arah awal yang sejujur dengan arah Jawa-Nusa Tenggara.
Gaya tektonik akibat lempeng Hindia-Australia ke arah timur laut terhadap lempeng Asia Tenggara menjadikan arah Sumatera meninggalkan arah Jawa-Nusa Tenggara. Selain itu dorongan ini menyebabkan robeknya kulit bumi pada daerah Selat Sunda di mana Gunung Krakatau berada. Gunung ini banyak dikenal dan diminati para pakar mancanegara, karena letusannya yang dahsyat pada tahun 1883.
Gelombang pasang Krakatau yang terjadi 27 Agustus 1883 itu, saking dahsyatnya, dilaporkan menenggelamkan lebih dari 3000 masyarakat pantai. Korban ini merupakan korban tsunami, dampak sekunder letusan Krakatau dan bukan korban langsung letusan.
Tsunami ini karena tekanan tinggi magma yang keluar serta mekanisme kulit bumi yang terdesak terobosan magma di areal Krakatau. Aktivitas Krakatau sampai saat ini tetap berlangsung terbukti dengan lahirnya anak-anak Krakatau serta pergeseran puncak anak Krakatau tersebut.
Selain ikut terancam akibat letusan Krakatau itu, maka ancaman letusan vulkanik yang dapat memicu kehadiran tsunami di sepanjang barat Sumatera, termasuk Padang, dapat datang dari gugus vulkanik yang ada di sebelah barat Sumatera sebagai produk ikutan aktivitas tektonik di sepanjang jalur penunjaman.

Dampak Cuaca Buruk
Keterkaitan antara kenaikan permukaan air laut dengan cuaca hampir setiap hari kita ikuti melalui informasi prakiraan cuaca di berbagai media massa yang bersumber dari hasil analisis data BMG (Badan Meteorologi dan Geofisika). Hal ini sangat mudah dipahami mengingat atmosfer di mana cuaca terbentuk bersentuhan langsung dengan permukaan laut, terlebih Indonesia yang sebagian besar wilayahnya adalah laut. Sehingga iklim Indonesia pun sering disebut iklim tropis.
Proses utama yang terkait yang terjadi di atmosfer sebagai pembentuk cuaca dengan proses perubahan permukaan laut, terlebih Indonesia yang sebagian besar wilayahnya adalah laut. Sehingga iklim Indonesia pun sering disebut iklim laut tropis.
Proses utama yang terkait yang terjadi di atmosfer sebagai pembentuk cuaca dengan proses perubahan permukaan air laut antara lain perubahan dan perbedaan tekanan udara (bar) yang membentuk angin sebagai pergerakan massa udara. Akibat friksi antara massa udara yang bergerak dengan permukaan air laut yang ada di bawahnya menentukan paras muka air laut tersebut.
Selain itu peran gaya geser (shear) tidak dapat diabaikan dalam perubahan muka air laut. Gaya ini merupakan produk dari gaya yang bekerja antara dua lapisan yang saling bergerak, seperti udara dan air laut. Keadaan ekstrem keadaan tersebut sangat berbarengan atau membentuk cuaca buruk, sehingga peningkatan permukaan air laut, seperti pasang yang baru saja terjadi di Padang, secara gampang dikatakan bahwa kehadirannya dikaitkan dengan cuaca buruk.
Angin putting beliung (badai lokal) yang terjadi juga menerjang perkampungan perumahan murah Perumnas yang bersamaan dengan turunnya hujan lebat itu adalah manifestasi cuaca buruk. Kehadirannya merupakan produk dari adanya gradien tekanan yang terjal secara lokal yang menghabiskan energinya di darat di bibir pantai.
Karena posisi Padang yang berada di khatulistiwa yang memiliki lintang rendah mengakibatkan gaya coriolis yang berperan dalam kehadiran badai (tropis) tidak berperan karena kekuatannya sangat lemah mendekati tiada. Hal ini boleh membuat tenang membuat tenang masyarakat setempat, karena tidak akan pernah mengalami badai yang berskala tinggi, seperti di Filipina, paling-paling badai lokal seperti yang menyerang Siteba.

Sistem Peringatan Dini
Dalam beberapa pertemuan yang terkait di bahas penanggulangan bencana. Usul pemasangan sistem peringatan dini terhadap tsunami di sepanjang pantai barat Sumatera rupanya belum pernah tuntas dibahas.
Namun menurut hemat penulis walaupun daerah ini secara historikal data sering diterjang tsunami, bahkan faktor pemicunya cukup lengkap, seperti gempa bumi, vulkanisme, dan cuaca buruk, tetapi sistem itu belum perlu dipasang seperti yang dilakukan di Pasifik dengan pusatnya di International Tsunami Information Centre, Hawaii.
Hal itu disebabkan skala kekuatan serta daerah yang dilanda masih sangat lokal serta frekuensinya masih jarang. Namun untuk menghindari kemungkinan jatuh korban serta kerugian yang lebih parah dikemudian hari perlu digalakkan pembangunan pantai yang mampu mengantisipasi gelombang pasang ini.
Untuk Sumatera Barat sejenis rumah panggung kayu sangat cocok dalam mengantisipasinya. Dinas PU setempat pasti punya program untuk itu. Hanya pendekatan kepada masyarakat pantai itu yang perlu dipelajari.
Apalagi kerusakan rumah yang diterjang gelombang pasang baru-baru ini dilaporkan merupakan bangunan semipermanen penduduk pantai Ujungkarang, Padang Utara. Sehingga semboyan di laut kita jaya dari Korps TNI-AL juga berlaku di pantai pun kita jaya bagi pemukiman pantai yang biasa dihuni para nelayan terhadap kemungkinan serangan tsunami.

Dimuat di harian Suara Pembaruan edisi Minggu tanggal 12 Januari 1992.

0 komentar:

Posting Komentar