MOMEN DIPOLE NEGATIF DAN LA NINA MEINGKATKAN PENIMBUNAN SAMPAH PANTAI KUTA
Oleh : I Putu Pudja
sumber gambar : google.com
Berita tentang sampah yang berserakan di pantai Kuta, Bali yang diwartakan Majalah Time pada Jumat 1 April 2011 lalu, dengan judul "Holidays in Hell: Bali's Ongoing Woes.", sangat menghebohkan, padahal bagi wisatawan yang sudah berulang kali datang ke pantai Kuta khususnya pada saat monsun baratan pasti telah terbiasa menjumpai masalah ini. Hanya saja sampah pada masa monsun baratan ini kualitas dan kuantitas sampahnya kelihatan lebih meningkat.
Bagi masyarakat Bali yang biasa memiliki aktipitas di pantai, kejadian tersebut di atas merupakan kejadian yang sudah biasa sehingga seharusnya tidak perlu diributkan. Hal itu juga terlihat dari keterangan Gubernur Bali, Mangku Pastika maupun Menteri Kebudayaan da Pariwisata, Jro Wacik yang biasa-biasa saja atau tidak panik menanggapi berita tersebut.
Karena beliau berdua –demikian juga masyarakat pantai – telah hafal bahwa setiap musim angin ( monsun) baratan tiba kejadiannya akan berulang, deburan ombak mengganas, sampah dan pasir lautpun akan terhempas sampai ke jalanan di Jalan Melasti, Kuta Bali. Masyarakat pariwisata baik masyarakat Kuta maupun wisatawan sudah biasa bergorong royong pada musim tersebut membersihkan pantai. Musim demikian akan datang setiap tahun sejalan dengan perubahan musim yang terjadi di Indonesia.
Hanya saja timbul pertanyaan kenapa sampah pada musim ini menjadi lebih banyak dibandingkan dengan musim musim sebelumnya. Untuk menjawabnya kita coba menengok sejenak faktor-faktor pengganggu musim angin baratan tahun ini.
RAWAN GANGUAN
Pada era perubahan iklim belakangan ini musim di Indonesia, yang musimnya ditandai dengan musim hujan dan musim kemarau, atau kalau ditinjau dari hembusan angin, ditandai dengan musim angin baratan ( monsun baratan) dan musim angin timuran ( monsun timuran ) sangat sering terganggu, sehingga musim hujan menjadi lebih panjang, curah hujan meninggi, demikian pula puting bliung semakin sering terjadi, gelombang laut tinggi sering terjadi. Itu kita rasakan bersama pada beberapa tahun terakhir, sehingga merupakan pembenaran adanya perubahan iklim.Secara reguler, Indonesia mengalami musim hujan ( Oktober – Maret ) dan musim kemarau ( April – September ). Masing-masing musim memiliki ciri-ciri tersendiri. Musim hujan dengan dominasi angin baratan yang basaih, sedangkan musim kemarau dengan dominasi angin timuran yang kering. Angin baratan di daerah Jawa dan Bali biasa disebut Angin Baret, atau angin kuat dari arah barat. Dalam pranata mangsa Jawa atau Bali, puncak angin baratan ini biasanya terjadi pada mangga ka wolu, sekitar Januari – Pebruari, setiap tahunnya. Menjelang musim ini masyarakat akan memangkas dahan-dahan pepohonan yang rindang agar tidak robih di tiup angin.
Musim di Indonesia sangat rentan terhadap perubahan yang terjadi di atas Samudera Pasifik, berupa fenomena La Nina atau El Nino; di atas Samudera India berupa adanya Momen Dipole. Kedua femonena tersebut mengakibatkan bergesernya kolam air hangat di kedua samudera tersebut.
Pada musim kemarau 2010/2011 ini, musim hujan yang ditandai dengan musim angin baratan, curah hujan kelihatannya meningkat, periode hari hujan menjadi memanjang sehingga April 2011 yang sudah seharusnya mulai memasuki musim kemarau, hujan masih rajin turun di wilayah Indonesia terutama Sumatra-Jawa-Nusa Tenggara, Sulawesi.
Ini disebabkan karena periode musim kemarau 2010/2011 terganggu peningkatan suhu muka laut di perairan Indonesia yang menghangat sehingga atmosfer menjadi kaya uap air (awan) di atas Indonesia. Sebagai sumber hujan tersebut yang jatuh berkepanjangan sampai April 2011.
Peningkatan suhu muka laut itu disebabkan adanya fenomena La Nina yang medorong air hangat Pamudera Pasifik ke arah barat, sehingga arus arlindo ( arus lintas Indonesia ) menjadi relatif lebih deras. Arlindo ini adalah arus air Samudera Pasifik melintasi Indonesia melalui celah Selat Makassar terus Selat Lombok menuju Samudera India. Dilain pihak dari sisi lain berhembus angin baratan sebagai angin musim kemarau yang di wilayah Indonesia terutama di atas Sumatera Selatan, Jawa, Nusa Tenggara arahnya hampir pas dari barat ke timur, dengan kecepatan cukup besar dapat mencapai 30 - 40 knots.
Angin baratan inilah yang secara rutin mendorong air laut dengan segala sampah di dalamnya untuk terhempas di pantai-pantai selatan yang berhadapan dengan Samudera India. Pada musim angin baratan ini digunakan oleh petani garam tradisional maupun masyarakat pantai di Jawa dan Bali untuk menimbun kayu bakar yang dimanfaatkan untk membuat garam maupun untuk memasak sehari-hari.
Angin baratan yang terjadi semakin deras diduga karena momen dipole Samudera India relatif kuat sehingga menjadikan permukaan perairan Samudera India di wilayah Indonesia menjadi relatif hangat, seterusnya ikut memperbesar gradien tekanan yang memacu angin baratan menjadi semakin tinggi kecepatannya.
AKUMULASI KONDISI
Kembali bila kita perhatikan kejadain di pantai Kuta, kejadiannya untuk kali ini merupakan akibat dari akumulasi kondisi yang terjadi. Kejadiannya menjadi semakin kuat karena :
Pertama : kuatnya angin baratan yang terjadi pada musim ini menjadikan hempasan air laut dengan segala isinya lebih kuat menerpa pantai kuta yang berada pada sisi barat kaki Pulau Bali, sehingga merupakan bendungan yang menahan segala yang ada pada air laut yang menghempasnya. Sebagai data kongkrit di beberapa pantai selatan Bali sekitar sebulan – dua bulan setelah tsunami Aceh, ditemukan beberapa peralatan rumah tangga termasuk beberapa lemari lengkap dengan isi pakaian yang terbawa arus angin baratan dari Aceh, sampai pantai selatan Bali, betapa hebatnya angin bartan ini.
Kedua : Kuatnya arlindo menyebabkan aliran air yang tersapu angin baratan tertahan oleh arus air yang mengalir dari Samudera Pasifik melintasi Selat Makassar – Selat Lombok, yaitu perairan timur Pulau Bali, menyebabkan arus laut akibat angin baratan tertahan di selatan Bali –diduga demikian pula untuk pantai utara Bali-, manjadikan air laut menjadi lebih tinggi dan ombaknyapun semakin ganas.
Dalam kondisi seperti ini biasanya Jalan Melasti yang berada di selatan Hard Rock Hotel yang sejajar dengan garis pantai, akibat terjangan ombak angin baratan tidak jarang digenangi air laut, maupun tertimbun pasir laut. Untuk kali ini karena di tepi pantai –antara jalan dengan pantai – telah dibangun tembok air dan pasir pantai Kuta tidak sampai menguruk jalanan.
Ketiga : kondisi geografis kaki pulau Bali yang memanjang dari utara ke selatan dimana di sisi baratnya terdapat pantai Kuta, rupanya juga menjadi benteng penahan gempuran ombak angin baratan ini, sehingga menjadikan pantai-pantai barat di kaki Pulau Bali menjadi tempat terdamparnya sampah sampah Samudera India. Selain pantai Kuta, pantai Tuban, Jimbaran sampai Dream land juga akan mengalami nasib yang sama dengan pantai Kuta pada musim ini.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kondisi sampah pantai Kuta sedemikian menghebohkan dunia pariwisata nasional maupun internasional dengan sampahnya pada musim angin baratan ini, boleh jadi merupakan akumulasi kondisi Arlindo, sebagai dampak fenomena La Nina, yang menahan gempuran ombak angin baratan di selatan Bali yang kondisinya deras tahun ini akibat fenomena momen dipole yang negatif. Disamping musim hujan yang berkepanjangan rupanya sampah yang terdampar di pantai Kuta –demikian pula pantai lain di Bali- menjadi menjadi semakin meningkat jumlahnya.
Kondisi tersebut tidak perlu dikhawatirkan karena menjadi pemandangan rutin setiap tahunnya, yang tidak bisa dicegah kejadiannya. Masyarakat wisatapun sudah maklum kelalukan bumi kita ini, sehingga setiap tahun kita jumpai acara gotong royong penduduk lokal dan tourist pengunjung dan pencinta Pantai Kuta mengadakan ritual pembersihan pantai dari sampah-sampah hempasan ombak, yang sangat unik dan banyak ragamnya.
=========================================================================
Pemulis : Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan BMKG.
MOMEN DIPOLE NEGATIF DAN LA NINA MEINGKATKAN PENIMBUNAN SAMPAH PANTAI KUTA”