Jumat, 01 April 2011

oleh : I Putu Pudja & Akhmad Sasmita

Gempa bumi yang terjadi pada tanggal 11 Maret 2011dengan kekuatan 8,9 SR (Skala Richter) pukul 12.46.22 WIB berpusat dekat kota Sendai Jepang (38.49 LU; 142.79 BT kedalaman 15 Km) selain memporak porandakan sarana dan prasarana di beberapa kota di sebelah timur kepulauan Jepang, karena diikuti oleh gelombang Tsunami, mengakibatkan korban jiwa yang hingga kini masih belum diketahui secara pasti, karena pendataan terus berlangsung, kemungkinan korban dalam reruntuhan dan hilang tersapu tsunami terus meningkat.
Gempabumi ini juga telah mengakibatkan ‘hancur’nya reaktor nuklir Fukushima. Terkait dengan hal ini pemerintah Jepang telah mengambil sikap tegas tanggal 12 Maret 2011 telah memberlakukan darurat nuklir, karena diketahui adanya kebocoran salah satu reaktor nuklir tersebut. Karena panas pada reaktor tidak terkendali mengakibatkan meledak dan terbakarnya reaktor tersebut. Beberapa negara tetangga termasuk Indonesia mengkhawatirkan akan menerima radiasi nuklir tersebut. Patutkah kita khawatir?.
Kerusakan bangunan demikian juga reaktor nuklir yang terjadi kemungkinan karena dua hal pokok yaitu pertama konstruksi bangunan tidak mampu menahan getaran gempa bumi baik arah vertical (body wave) maupun arah horizon (surface wave), dan yang kedua karena adanya pergeseran lempeng kerak bumi sehingga terjadi liquification (ables) sehingga bangunan bergeser dan terjadi jaringan peralatan bisa jadi patah atau retak sehingga mengganggu operasional reaktor nuklir. Ini sangat mungkin dialami rekator-rektor nuklir sebagai urat nadi kelistrikan di Jepang, mengingat citra satelit menunjukkan bahwa pulau-pulau utama Jepang mengalami pergeseran hingga 2 meteran akibat gempa Sendai ini.
Tidak adanya pasokan listrik karena power utama dari reaktor nuklir terganggu menyebabkan sistem pendinginan reaktor tidak dapat dilakukan sehingga panas meningkat terus dan mengakibatkan kebakaran dan meledaknya reaktor nuklir tersebut.
Untuk mengatasi gangguan terhadap gempa pakar teknik konstruksi bangunan telah menciptakan inovasi bangunan tahan gempa. Salah satu diantaranya dengan memasang engsel elastis di sekitar pondasi bangunan, sehingga bila terjadi gempa bangunan hanya bergoyang kekanan dan kekiri (osilasi horizontal), dan lebih dinamis. Teknologi ini telah banyak diterapkan di Jepang dan kehandalannya telah terbukti pada saat terjadi gempa pada tanggal 11 Maret 2011 dimana bangunan pencakar langit di kota Tokyo tidak mengalami roboh. Perekayasa BMKG kini telah mulai merekayasa untuk menciptakan konstruksi pondasi bangunan tahan gempa.
Didalam operasional reaktor nuklir, umumnya kerusakan disebabkan oleh tiga hal yaitu tidak berjalannya alat secara sempurna, kesalahan atau kelalaian operator, dan gangguan alam seperti gempa bumi. Manakala terjadi gangguan akibat bencana gempabumi bisa jadi reaktor nuklir mengalami gangguan atau terjadi kerusakan. Dalam peristiwa kebocoran reaktor nuklir di Fukushima, terjadi radiasii atau pelepasan bahan radio aktif ke udara, sehingga mengkhawatirkan semua pihak bahkan di Indonesia banyak pihak yang risau akan hal tersebut. Apakah wilayah kita aman dari radiasi tersebut?. Kondisi cuaca dan arah angin sangat menentukan kemana partikel radiasi tersebut akan dibawanya.
Manakala reaktor rusak dan kebocoran radiasi terlebih reaktor yang terbakar dan meledak akan menyebabkan adanya pelepasan bahan radio aktif ke udara. Unsur meteorologi seperti angin, stabilitas udara, tinggi lapisan adukan di udara, lapisan inverse, tinggi corobong ( sumber pelepasan ) sangat berperan terhadap besarnya konsentrasi di suatu wilayah, serta membawa mendistribusikan radiasi tersebut ke wilayah sampai jauh dari sumbernya. Ingat radiasi dapat didekati dengan dua persepsi, sebagai sinar maupun sebagai partikel, dia akan terbawa bersama uap air, didorong angin mengikuti angin yang sedang berlamgsung sebagai salah satu unsur cuaca.
Hasil pantauan Litbang BMKG, dengan menggunakan data yang mengacu pada keluaran Numerical Weather Prediction (NWP) model Japan Meteorological Agency (JMA) sejak kejadian hingga tulisan ini diibuat ( 17 Maret 2011) menunjukkan bahwa sebaran polutan radio aktif dari rektor nuklir Fukushima diprakirakan mengarah ke arah barat hingga barat daya yang sebarannya di bawa angin dapat mencapai pada ketinggian 1500 meter. Arah ini sangat bertolak belakang dibandingkan dengan arah dari jepang ke Indonesia.
Diari grafis keluaran model NWP yang lainnya, juga terlihat bahwa pada saat terjadi Tsunami, dan sebagianmenimbulkan pusaran antisiklonik dekat pantai Sendai Jepang, faktror cuaca / angin juga sangat berpengaruh. Penjalaran tsunami mengakibatkan up welling kuat sehingga material yang berada di dasar laut terbawa keatas dan dimuntahkan ke pantai dengan kecepatan yang sangat tinggi. Para pakar memprakirakan kecepatan gelombang Tsunami tersebut mencapai 800 km/jam. Pada saat itu pada lapisan 1000 - 850 mb (pada lapisan hingga 100-150 meter diatas permukaan laut) terjadi pola angin siklonik. Ia muncul teridentifikasi dari daratan China/laut China Sebelah timur dan bergerak ke timur melalui laut Korea dan sampai ke laut Jepang sebelah timur.
Faktor angin ini mengakibatkan adanya gelombang tsunami siklonik seperti pada gambar ( data 11 Maret 2011) yang terjadi di dekat pantai Sendai, serta menjadikan bertambah lajunya kecepatan tsunami Jepang. Bila tidak ada faktor angini ini kecepatan awal tsunami sebanding dengan akar kuadrat dari perkalian gravitasi bumi serta kedalaman laut dimana gempa itu terjadi sebagai sumber tsunami. Diduga faktor angin yang ditunjukkan citra satelit maupun hasil keluaran NWP JMA, mempercepat laju tsunami Jepang.
Berdasarkan uraian tersebut diatas berkaitan dengan terjadinya kecelakaan ledakan reaktor nuklir di Fukushima Jepang, wilayah Indonesia berada pada daerah aman karena tajektori angin dari Jepang tidak mengerah ke wilayah Indonesia, yang letaknya relatf di Selatan- tenggara Jepang.
Kuatnya Tsunami di Jepang disebabkan oleh dua faktor : selain mekanisme di pusat gempa ( posisi, kedalaman, kekuatan, mekanisme sesar vertikal ), juga karena kuatnya angin yang terjadi saaat tsunami, terutama pada lapisan yang bergesekan langsung dengan permukaan laut yaitu berupa adanya pola angin antisiklonik di lapisan permukaan sampai lapisan 850 mb yang menimbulkan gaya dorong kebawah sehingga semakin menguatkan gelombang Tsunami tersebut.







Disarikan oleh: DR I Putu PuDja, MM dan Drs Achmad Sasmito, Pusat Penelitian dan Pengembangan BMKG.

0 komentar:

Posting Komentar