PENGANTAR PEMAHAMAN DAN
PENCERAHAN PREDIKSI GEMPABUMI
Beberapa hari belakangan ini, masyarakat khususnya masyarakat
ibu kota meributkan masalah gempabumi, yang katanya akan menimpa daerah ibu
kota dengan kekuatan 8,7 Skala Richter (SR). Debatpun digelar di TV One dengan
mendengarkan pendapat para ‘pakar’ diantaranya Dr Surono dari Pusat Vulkanologi
dan Mitigasi Bencana Geologi, Dr Cecep Subarya (Bakosurtanal(?)). Penulis
berkali kali pada saat diskusi tersebut mendapat pertanyaan dari BBM, BBM
Group, SMS maupun langsung via telepon.
Hal itu menunjukkan bahwa : Pertama masyarakat sangat
perhatian terhadap keselamatan mereka terkait dengan bencana gempabumi yang di
prediksi akan terjadi dengan kekuatan 8,7 SR; Kedua : masyarakat sangat cepat lupa, bahwa ibukota bukanlah daerah
yang gempagenic; Ketiga : masih saja percaya dengan prediksi sejenis, padahal sudah
beberapa terjadi pr4ediksi serupa akan tetapi belum pernah ada buktinya, dan Keempat serta sete seterusnya masih banyak lagi
diantaranya tentu kita patut sekali bertanya apakah gempabumi itu da[at
diprediksi pada saat ini.
Untuk
menjawab pertanyaan terakhir sebagai masukan dan pencerahan terhadap masyarakat
tentang prediksi gempabumi tersebut, sebaiknya kita lihat proses fisis
gempabumi sehingga mereka lebih dapat menyikapi berita-berita sejenis di masa
mendatang.
Gempabumi adalah
peristiwa bergetarnya bumi secara tiba tiba sebagai akibat pelepasan energi di
dalam bumi, yang diawali dengan patahnya
lapisan batuan pada kerak bumi. Akumulasi energi penyebab terjadinya gempabumi
dihasilkan dari energy strain dan stress karena tertahannya pergerakan relatif
lempeng-lempeng tektonik, oleh lempeng yang salin bertemu.
Disini terjadi suatu
proses fisis yang terjadi jauh sebelum gemoa itu terjadi. Lempeng tektonik
akibat pergerakan relatifnya satu sama lain mengakibatkan ada penekanan yang
intensif pada pertemuan antar lempeng. Pada pertemuan antar lempeng ini akan
terakumulasi eneri stress akibat tekanan satu sama lain.
Batuan yang mengalami
akumulasi ini akan mengalami perubahan fisis sehingga akan mempengaruhi medan disekitar daerah yang mengalami
stress tersebut. Mengingat sifat fisis
batuan kulit bumi yang sangat ditentukan oleh kandungan materialnya maka
perubahan medan dapat terjadi pada medan gravitasi, medan magnet, edan listrik
statis, medan radioaktif (radon), dll sifat fisis lainnya dari batuan. Juga diperkenalkan adanya perubahan yang
sangat signifikan terhadap perubahan medan energy tektonik, yang dapat direkam
dengan pendulum, dan banyak dikembangkan pakar seismologi Eropa Timur sambil
memperkenalkan gelombang tektonik, namun yang terakhir ini masih banyak
diperdebatkan.
Perubahan medan ini
juga ditengarai dapat ditangkap oleh binatang. Sehingga merela mengalami
perubahan prilaku beberapa saat sebelum gempa terjadi. Sebagai contoh prilaku
ikan sejenis lele di Jepang, panda dan cacing tanah di China, di Indonesia
sesaat sebelum gempa Tasikmalaya, prilaku binatang di Taman Safari banyak yang
mengalami perubahan seperi gajah, singa dll.
Ini semua menunjukkan
memang benar ada perubahan medan sebelum gempa itu terjadi. Perubahan medan
gravitasi, medan magnet bumi, medan lsitrik statis bumi, VET (Volume Elektic
Total ) di udara mengalami perubahan. Hanya saja hasil penelitian saat ini
menunjukkan bahwa perubahan yang terjadi sangat variatif dalam kualitas maupun
jeda waktunya sebelum gempabumi
terjadi. Ini menyulitkan sangat
sulit menentukan waktu akan terjadinya gempabumi dengan tepat sangat sulit
dilakukan. Demikian pula untuk lokasi yang tepatpun sulit dilakukan mengingat
bumi merupakan laboratorium yang secara spasial susah diisolasi.
Daerah yang mengalami
stress akan mengalami perubahan kandungan air, akibat porositasnya yang berubah
sehingga akan mempengaruhi kecepatan gelombang seoismik kalau melintas daerah
tersebut, terutama perubahan kecepatan gelomban transversalnya yang oleh
seismolog ditengarai sebagai gelombang shear atau gelombangs kunder (S). Yang
sering digunakan disini adalah perubahan rasio kecepatan gelombang P dan
kecepatan gelombang S.
Proses ini diamati
sebagai hasil sampingan dari pengamatan gempabumi secara rutin, inipun masih
meninggalkan masalah, karena daerah yang dilewati gelombang seismic sangat luas
/ panjang dari sumbernya hingga tertangkap sensor gempabumi.
Proses gempabumi sampai ini banyak dijelaskan
dengan teori elatic rebound, yang mengatakan bahwa daerah pusat gempa akan
mengalami ‘patah’ saat terjadi gempabumi, sebelumnya mengalami penumpukan
stress dan setelah gempabumi akan mengalami proses kembali ke keadaan semula,
dan tentu meninggalkan cacat akibat patahnya saat gempa dan meninggalkan
patahan di tempat tersebut.
Sejalan dengan hal
itu, maka akan terjadi proses fisis perubahan energy, gelombang dan medan pada
daerah yang mengalami penumpukan energy stress yang selanjutkan kita sebut
sebagai pusat gempabumi. Perubahan dari kualitas dan kuantitas energi,
gemombang dan medan tersebu yang digunakan untuk memprediksi gempa bumi secara
fisis.
Bila kita perhatikan
gerakan lempeng tektonik yang tidak pernah berhenti membuat proses saling
menekan diantara lempeng, maka di daerah penumpukan stress tersebut akan
terjadi pengulangan penumpukan setelah energy terlepas karena material sudah
tidak mampu lagi menahan energi tersebut. Pelepasan energi ini dapat berupa
getaran, energy suara maupun energy cahaya, seperti gempa-gempabumi yang
terjadi di pantai selatan Jawa Barat yang sering disertai energi suara berupa
gemuruh dan energi cahaya, berupa kingkilapan.
Proses fisis tersebut
maupun statistic data kejadian gempabumi menunjukkan di daerah yang pernah
terjadi gempabumi, suatu saat akan terjadi gempabumi dengan kekuatan sama
dengan kekuatan maksimum gempa yang pernah terjadi di daerah tersebut. Ini
menggiring pemikiran kita untuk mengatakan bahwa gempabumi kejadiannya berulang.
Mengingat seperti telah dikatakan di dtas bahwa bimi merupakan laboratorium
yang tidak terisolasi banyak factor yang akan berperan dalam proses perulangan
ini, hingga hitungan statistic sangat sering tak cocok untuk menghitung periode
ulang gempa di suatu daerah yang gempagenic.
Dari uraian tersebut
dapat dikatakan bahwa secara proses fisis maupun data statistic menunjukkan
bahwa didaerah gempagenic, peristiwa gempabumi akan terjadi secara berulang.
Kejadiannya akan dipengaruhi kondisi fisis batuan didaerah tersebut saat
akumulasi energi terjadi, sehingga tidak mulus dengan periode ulang tetap
antara satu gempabumi ke gempabumi berikutnya, terlebih kejadiannya dapat
dikatakan sangat jarang perhitungan ststistik terhadap periode ulang gempabumi
juga sangat besar standar variasinya.
Proses fisis yang
mendahului gempabumi dalam skala energi, gelombang dan medan memungkinkan
ilmuwan untuk mengetahui akan kehadiran gempabumi di suatu daerah gempagenic,
namun mengingat beragam dan ketidak homoginan kulit bumi disuatu tempat dan
tempat lainnya menyulitkan untuk melakukan prediksi dengan tepat, terutama
untuk waktu kejadiannya.
Dengan demikian
gempabumi secara umum berdasarkan proses fisis gempabumi dapat dikatakan dapat
diprediksi, namun sampai saat ini para pakar belum mampu menentukan kapan watu
akan terjadinya puncak akumulasi energy di daerag gempagenic tersebut, yang
akan dilepas sebagai energy gempagumi.
Jadi kita yang
bermukim di sekitar daerah margin lempeng tektonik, sudah sepatutnya waspada
terhadap bencana yang diakibatkan oleh peristiwa alam gempabumi ini, namun
tidak perlu menjadi paranoid terhadap prediksi-prediksi yang dibuat oleh
‘pakar-pakar’ yang mencoba memprediksi gempabumi akan terjadi di suatu daerah. Mari kita membiasakan diri hidup di daerah
bencana, memahami karakter, maupun cara-cara aman dalam menghadapi bencana
tersebut bila dia hadir, termasuk mengetahui cara mengadaptasi, dan memitigasi
kejadiannya, dengan tetap tenag serta berfikir rasional.
Predikdi Gempabumi