“GEMPABUMI FLORES, AKTIVITAS DIBAWAH DAERAH SENYAP SEISMIC DENGAN
BATUAN HOMOGEN”
I Putu Pudja *)
Abstrak
Berita gempabumi selalu menjadi perbincangan yang menarik sejalan
dengan semakin meningkatnya frekuensi bencana alam yang diakibatkan oleh gempabumi.
Umumnya masyarakat tertarik dengan gempabumi dangkal yang mendatangkan
kerusakan pada bangunan. Gempabumi dalam walau menggoncang daerah yang sangat
luas, sangat sedikit yang tertarik bahkan segera terlupakan.
Gempabumi Flores 27 Pebruari 2015 dengan kekuatan 7,1 SR dengan posisi
pusat gempabumi berada di Laut Flores,
pada 7.55 LS - 122.60 BT.. pada
kedalaman 572 km. Gempabumi ini dirasakan sampai Denpasar, Kupang dan Waingapu
hingga IV Skala MMI, namun di daratan Flores sendiri sebagai daratan terdekat
hanya dirasakan III MMI di Ruteng.
Gempabumi ini terjadi pada back thrust, sebagai gempabumi dalam
(Toksoz, 1989) memiliki solusi fokal mekanisme cenderung normal (USGS), sesuai
dengan hasil penelitian Fahmi (2014).
Gempabumi Flores ini hanya diikuti oleh gempabumi susulan yang sangat
minim, gempabumi susulan yang hanya tercatat pada pk 23 27 WITA, dengan pusat gempa pada poisi
7,47 LS – 122,52 BT pada kedalaman 567 km dengan kekuatan 5,1 SR. Pusat
gempabumi ini terjadi pada daerah di bawah daerah senyap seismic, pada jenis
batuan yang homogen.
Kata Kunci : Gempabumi Flores, senyap seismic dan homeogen.
*) Dosen Pada Sekolah Tinggi Meteorologi, KLimatologi dan Geofisika.
I.
PENDAHULUAN
Ada anggapan bahwa gempabumi yang
mempunyai magnitude besar pasti akan mengakibatkan kerusakan. Demikian pula
anggapan bahwa masyarakat yang berlokasi semakin dekat dengan pusat gempabumi akan merasakan goncangan gempabumi yang
semakin kuat, dibandingkan dengan tempat yang lebih jauh dari pusat gempabumi.
Anggapan ini tidak selamanya
benar, ternyata gempabumi Flores, 27 Pebruari 2015 yang selanjutnya diusebut
sebagai gembabumi Flores. Terjadi pada pk. 21:45 WITA wilayah Nusa Tenggara
mengalami guncangan ringan akibat gempabumi.
Pusat gempabumi tersebut berada di Laut Flores, pada posisi 7.55 LS - 122.60
BT. Magnitudo gempabumi tercatat cukup besar mencapai 7.1 SR. pada kedalaman
572 km. Posisi Pusat Gempabumi seperti pada gambar berikut (BMKG).
Gambar 1. Posisi Pusat
Gempabumi Flores 27/02/2015
Hal yang menarik dari gempabumi
ini adalah dampaknya yang seakan menyimpang dari asumsi diatas, yaitu
masyarakat di daerah yang lebih jauh merasakan goncangannya lebih kuat.
Getaran gempabumi Flores
dilaporkan sebagai berikut: dirasakan di Ruteng - Flores (II-III MMI) lebih
kecil daripada getaran yang dirasakan di wilayah yang lebih jauh seperti
Denpasar, Kupang, Mataram, dan Waingapu yang mencapai IV MMI.
Gempabumi ini mengingatkan kita
dengan gempabumi yang sering terjadi di Laut Jawa, diantaranya adalah gempabumi
Indramayu yang merupakan gempabumi yang
dirasakan pada daerah yang sangat luas, sampai Singapura, Pekanbaru, Jakarta
dan kearah timur sampai Surabaya. Bahkan ada untuk gempabumi Indramayu yang
berpusat di Laut Jawa, diakitkan dengan kerusakan yang terjadi di daerah Garut.
Gempabumi, dinihari 9 Agustus
2007, dengan kedalaman 286 km, berkekuatan 7,3 skala Richter telah menggoyang Pulau Jawa, Pulau Sumatera, hingga
negeri jiran Malaysia, Kamis dinihari termasuk dalam kategori gempa dalam yang
tidak berpotensi menimbulkan gelombang tsunami.
Gempabumi tersebut terjadi di
Indramayu pada lokasi 6:17 LS 107-6.6 BT atau 75 Km Barat Laut Indramayu Jawa
Barat dengan kedalaman 286 Km.
Menurut Suharjono ( Antara, 9
Agustus 2009) gempa tersebut mempunyai ciri khusus. Merupakan gempa dalam
dengan : (1) dirasakan pada areal yang luas; (2) tidak membangkitkan tsunami,
dan (3) tidak diikuti gempa susulan.
Kedua gempabumi tersebut menjadi
sangat menarik untuk diteliti, mengingat keduanya merupakan gempabumi dalam,
dan terjadinya di back thrust, dengan lintang posisi yang hampir sama berada
jauh di utara dari Zona Subdaksi, serta goncangannya dirasakan di areal yang cukup luas. Gempabumi
ini juga sangat minim dengan gempa susulan.
Sangat berbeda dengan gempabumi
yang mendominasi terjadi di daerah Subdaksi Nusa Tenggata Timur, yang umumnya
sangat kaya dengan gempa susulan.
Sehingga diidentifikasi ada
permasalahan “Apakah gempabumi Flores ini memiliki mekanisme dan material
sumber yang berbeda dengan daerah lainnya di Nusa Tenggara Timur”.
Kemudaian dalam penelitian ini
dirumuskan masalah : “Apakah gempabumi
Flores 27 Pebruari 2015 terjadi pada batuan yang homogen akibat gaya tensi atau
tarikan?”
II. Teori Pendukung
Gerak relative lempeng tektonik
yang saling berhadapan dan saling menekan atau mendekat, akan membentuk daerah
kovergensi.
Kalau ditinjau dari komponen
lempeng tektonik yang saling berhadapan,
maka akan terdapat tiga jenis perbatasan kovergensi, yaitu : (1) perbatasan
konvergen antara kerak samudera dan kerak samudera; (2) perbatasan konvergen antara kerak samudera dengan kerak benua, dan
(3) perbatasan konvergen antara kerak benua dengan kerak benua.
Konvergensi antara Kerak samudera
dengan kerak samudera, jika terjadi pertemuan lempeng lithosfer yang berupa
kerak samudera dengan kerak samudera. Dampaknya adalah : (a) salah satu kerakbumi
akan bergerak menunjam ke bawah kerakbumi samudera lainnya akan menghasilkan Zona
Subdaksi (b) lempeng atau kerak bumi yang menunjam memasuki astenosfer,
mengalami pemanasan sampai masuk ke mantel bumi. Pada permukaan akan
menghasilkan busur kepulauan.
Konvergensi antara kerakbumi
samudera dengan kerakbumi benua. Dampaknya adalah : (a) kerak benua yang
memiliki massa lebih ringan ini selalu menjadi lempeng penahan. Zona subduksi
juga akan terbentuk. (b) pada tepian kerakbumi benua akan terbentuk busur
volkanik.
Konvergensi antara kerakbumi
benua dengan kerakbumi benua. Pada konvergensi ini tidak terbentuk zona
subdaksi, dan tidak ada penunkaman diantara kedua kerakbumi yang saling
kovergen. Sebagai dampaknya akan terbentuk barisan pegunungan, di daerah
perbatasan. ILustrasi gambaran konvergensi tersbut terlihat pada gambar 2
berikut.
Gambar 2. Jenis konvergensi. (a) samudera dengan benua, (b) samudera dengan samudera (c) benua dengan
benua.
Menurut Toksoz (1979) subdaksi
dibedakannya menjadi 5 jenis, yaitu : (1). Subdaksi lengkap, penunjaman terjadi
secara total sampai kedalaman 700 km; (2). Subdaksi
relatif muda, yang relative baru terbentuk, dengan penunjaman berusia muda dan
masih dangkal; (3) Subdaksi perlahan, dengan kecepatan penunjaman lambat; (4). Subdaksi lentur, dimana pada ujung
lempeng seakan-akan terjadi hambatan sehingga lempeng melengkung, seakan
bersifat melentur, dan (5) Subdaksi lemah, sering disebutkan dengan subdaksi
pecah, di bagian tengah lempeng terjadi senyap seismic, dalam peta subdaksi
seakan terjadi lempeng terputus.
Jenis subdaksi tersebut
diilustrasikan sebagai berikut pada gambar 3.
Gambar 3: Jenis Subdaksi menurut
Toksoz (1979).
Penggolongan gempabumi sangat
banyak kriteria yang bisa dipilih, diantaranya adalah kedalaman pusat gempabumi
atau hiposenter. Juga digolongkan dari
serian dari gempa pendahuluan, gempa utama dan gempa susulan.
Dari kedalaman hiposenter
gempabumi dibedakan menjadi: (1) Gempabumi dangkal dengan kedalaman hiposenter
lebih dangkal dari 70 km; (2) Gempabumi menengah, dengan kedalaman diantara 70
km sampai lebih kecil dari 300 km, dan (3) kedalaman hiposenter 300 km atau
lebih.
Menurut Mogi (1963), gempabumi
digolongkan menjadi 3 tipe, yang dikaitkan dengan rangkaian gempa pendahuluan,
gempa utama atau gempa susulan, serta dikaitkan dengan hasil penelitian
laboratorium terhadap homogenetas material batuan dimana gempabumi itu terjadi.
Ketiga tipe gempa tersebut adalah
: (1) Gempabumi Tipe I, yaitu gempabumi yang merupakan rangkaian gempabumi yang
tidak didahului oleh gempa pendahuluan. Kejadian ini dikaitkan dengan material
yang homogeny; (2) Gempabumi Tipe II, yaitu gempabumi yang merupakan rangkaian
dari gempa pendahuluan, gempa utama dan gempa susulan. Kejadian ini dikaitkan
dengan material yang semi homogen, dan (3) Gempabumi Tipe III, yang sering
disebut sebagai swarm, merupakan rangkaian gempabumi yang tidak memiliki gempa
utama, dengan rangkaian gempabumi sedemikian rupa dan berhenti tanpa ada
gempabumi utama sampai berhentinya rangkaian gempa. Kejadainnya dikaitkan
dengan material yang sangat heterogen.
Hasil penelitian Fahmi (2014)
diantarnya adalah untuk daerah tektonil Nusa Tenggara Timur dima Gempabumi Flores
terjadi, ada kesenjangan seismik di sepanjang slab subduksi pada kedalaman 200
– 500 km akibat partial melting, rentang kedalaman senjang seismiknya berkurang
semakin ke arah timur dengan rentang kesenjangan seismik pada wilayah timur
penelitian 300 – 500 km.
Diduga hal ini yang menyebabkan
terjadi daerah tension di bagian slab yang menunjam yang sangat berpengaruh
terhadap mekanisme gempabumi di daerah tersebut.
Dari ploting hasil fokal
mekanisme menunjukkan bahwa di daerah
dimana Gempabumi Flores ini terjadi, merupakan mekanisme sesar normal.
Dari uraian teori diatas serta
informasi gempabumi Flores27 Pebruari 2015, yang dihimpun dari lapangan, dapat
disusun hipotesis bahwa :
Gempabumi terjadi pada krakbumi
yang merupakan material batuan yang memiliki sifat yang homogen pada daerah tension.
ANALISIS DATA DAN DISKUSI
Hasil analisis BMKG terhadap data
gempabumi Flores, didapat kan bahwa genpabumi tersebut terjadi pada tanggal 27
Pebruari 2015, pk 21 45 03 WITA, posisi pusat gempabumi pada posisi 7.55 LS -
122.60 BT. Pada kedalaman 572 km. Dengan kekuatan 7,1 SR. Posisi ini ada di
laut Flores , 129 km Timur Laut Sikka Flores.
Hasil analisis Dlobal CMT maupun
USGS menunjukkan bahwa mekanisme pada pusat gempabumi dominan normal. Terlihat
pada ganbar berikut:
Gambar 4 : Solusi Fokal Mekanisme
Gempa Flores 27 Pebruari 2015
Juga tercatat sekali gempa
susulan yang terjadi pada hari yang sama pk 23 27 WITA, dengan pusat gempa pada
poisi 7,47 LS – 122,52 BT pada kedalaman 567 km dengan kekuatan 5,1 SR.
Daerah ini memang merupakan
daerah sarang gempabumi dalam . Tercatat sedikitnya sedikitnya 6 kali sejak
1976, dan salah satunya pada posisi yang hampir sama dengan solusi fokal
mekanisme yang hampir sama adalah yang terjadi 7 Juni 1991, yang mempunyai
pusat gempa pada posisi yang berdekatan dengan gempabumi 27 Pebruari 2015,
yaitu pada posisi : 7,07 LS – 122,43 BT pada kedalaman 535 km dan magnitude :
6,9 SR (Mw).
Kerapatan gempabumi untuk daerah
Nusa Tenggara ditunjukkan pada Gambar
berikut :
Gambar 5 : Seismisitas Nusa
Tenggara dengan Solusi Fokal Mekanisme dari Global CMT (Fahmi, 2014)
Memperhatikan data hasil analis
kedalaman gempabumi Flores, yaitu 575 km, menunjukkan bahwa gempabumi tersebut
merupakan jenis gempabumi dalam, terjadi di daerah slab lempeng tektonik yang
menunjam, setelah melewati daerah senjang seismic, sehingga mekanisme pusat
gempa yang terjadi menunjukkan dengan jelas bahwa gaya yang dominan memicu
gemabumi adalah gaya tension.
Setelah melewati proses melting
melalui daerah yang panas maka material batuan dimana gempabumi itu terjadi
menjadi mendekati homogen. Ini ditunjukkan oleh minimnya gempabumi susulan yang
menyertai gempabumi utama. Tipe gempabumi ini termasuk gempabumi tipe I dalam
penggolongan Mogi.
Gempabumi Flores memiliki daerah
spectrum goncangan yang sangat luas, sepanjang Kupang – Denpasar, dengan
distribusi goncangan lebih kuat pada daerah yang lebih jauh. Ini mirip dengan
sifat goncangan gempabumi Indramayu yang sama sama merupakan gempabumi dalam.
KESIMPULAN
Dari uraian pada diatas terhadap
Gempabumi Flores 27 Pebruari 2015, dapat disimpulkan bahwa:
1. Gempabumi
Flores terjadi pada batuan yang homogen,
dengan gaya tension sebagai penyebabnya.
2. Gempabumi
Flores terjadi di bagian slab yang berada di bawah daerah senyap seismic.
3. Posisi
gempabumi Flores dan Gempabumi Indramayu terjadi pada wilayah sama-sama pada
back thrust, gempa dalam dengan sifat guncangan yang sama.
Daftar Pustaka
1.
Newcomb, K.R., McCann W.R., (1987). Seismic
History and Seismotectonics of Sunda Arc, JGR, New York,
3. Ritsema,
A. R.; Sudarmo, R. P.; Pudja, I. Putu; The generation of the Banda Arc on the
basis of its seismicity, Netherlands Journal of Sea Research, Volume 24, Issue
2, p. 165-172.
4. Fahmi
Nugraha, Muhamad,Identifikasi pola Tektonik Daerah Bali dan Nusa Tenggara
Berdasarkan Seismisitas dan Komposit Mekanisme Sumber Gempabumi, Akademi
Meteorologi dan Geofisika, Tangerang, 2014.
5. Jie
Yuan Ning dan Shao Xian Zang, On The Generation of Deep Focus Earthquakes in
Subduction Zone, Acta Seismologica Sinica, Vol 12 pp 575 – 583, 1999.
6. Vassilion
MS dan Hager BH, Subduction Zone Erathquake and Stress in Slab, Pageoph, Vol
128, N0. ¾ , 1988.
7. …………,
Plate Tekctonic Lecture-5 : Subduction Zone and Islands Arcs, http://www.le.ac.uk/gl/art/gl209/lecture5/lecture5.html
Sumber Dat
FLORES DEEP EARTHQUAKE