Minggu, 09 Mei 2010

MELACAK MISTERI PERUBAHAN IKLIM SAMPAI PUNCAK JAYA


Peruabahan Iklim merupakan isu utama yang dibicarakan para ilmuwan selama hampir dua dekade terakhir ini. Perubahan iklim ditengarai terjadi diantaranya akibat perkembangan populasi penduduk manusia, konsumerisme alat transportasi fosil, yang mengakibatkan meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca di atamosfer bumi, sehingga sebagaian sinar matahari yang terpantul dari permukaan bumi tidak dapat kembali ke ruang luar atmosfer bumi, dia terperangkap menghangatkan terus permukaan bumi secara berulang-ulang sehingga suhu permukaan bumi meningkat.

Peningkatan suhu global permukaan bumi mengakibatkan perubahan iklim dunia, yang termonitor berupa perubahan unsur-unsur iklim seperti : suhu udara, rentang waktu curah hujan, kuantitas curah hujan, kenaikan muka air laut karena mencairnya es di kutub dan di puncak-puncak dunia.

Data perubahan suhu udara di Indonesia, memang sangat variatif ada yang hanya sekitar 1,7 derajat Celcius per 100 tahun, terutama untuk pengamatan sepanjang pesisir utara Jawa – utara Sumatera.

Perubahan iklim menjadi ramai dibicarakan, namun data yang runtun dalam jangka waktu yang panjang di suatu tempat susah didapat, mengingat hasil pengamatan sebelumnya banyak yang disimpan dalam hardcopy rusak, yang mudah rusak, hilangnya data akibat perang yang melanda suatu tempat, maupun perpindahan kantor maupun lokasi pengamatan karena perubahan peruntukan lahan.

Yang paling baik sebenarnya adalah data hasil pengamatan dalam waktu yang panjang yang dapat mengungkap perubahan yang terjadi. Namun karena keterbatasan yang disebutkan sebelumnya menjadikan kita banyak tidak didukung dengan data yang runtun, kontinyu dalam waktu yang lama. Data yang demikian juga membuat gamang kita dalam berdiskusi, perubahan iklim ini. Yang terjadi memang perubahan iklim ataukan variabilitas iklim. Namun kelihatannya dengan semakin ditemukannya berbagai metode untuk melacak perubahan iklim, menunjukkan perubahan iklim itu memang ada.

PALEO KLIMAT

Para pakar dari berbagai basis keilmuan tidak kehabisan akal, memanfaatkan sifat fisis yang dimiliki bahan-bahan yang abadi di alam untuk diungkap, dan menjadi data sahih perubahan iklim. Diantaranya adalah dengan mengungkap data perubahan iklim itu melalui garis tahun pada kayu (dendrology), mempelajari stalagtit dan stalagnit di goa kapur, mempelajari lapisan es di puncak gunung (paleoklimat), lumpur di danau pada ketinggian yang tidak terusik semuanya dengan bantuan teknik fisika, yang terkait dengan pemanfaatan sifat radioaktif atom pembentuk material tersebut, maupun dengan mempelajari spectrum sinar yang terpendarkan material tersebut bila di berikan sinar. Metode ini akan menghasilkan data yang lebih rinci dan lebih akurat.

Indonesia sebenarnya menyimpan potensi besar dalam mengungkap perubahan iklim ini, karena kaya akan danau di ketinggian ( Puncak Jaya, Enarotali dll), gua kapur yang kaya akan stalagtit dan stalagmit, maupun es abadi di Puncak Jaya. Potensi ini diduga menyimpan data yang sangat baik dapat mengungkap pengaruh El Nino di Samudera Pasifik dan Dipole Mode di Samudera Hindia, karena perubahan suhu di permukaan samudera tersebut yang di tengarai sebagai kolam air hangat berkorelasi dengan lapisan es yang ada di Puncak Jaya. Kedua fenomena tersebut dijadikan indicator dan memprediksi musim dan iklim yang akan terjadi, perubahan fenomena EL Nino (atalu lengkapnya El Nino Southern Oscillation ) dan Momen Dipole. Keduanya bias saling bersinergi membuat semakin parah musim atau iklim di Indonesia.

Penelitian terhadap es di Puncak Jaya akan dilakukan Juni 2010, oleh peneliti BMKG bekerja sama dengan peneliti USA yaitu dari Universitas Columbia dan Universitas Ohio, yang keduanya telah berpengalaman menelti puncak Andes, di Amerika Latin salah satu puncak dengan es abadi di khatulistiwa (dua lainnya adalah Kilimanjaro dan Puncak Jaya).

POSISI STRATEGIS

Puncak Jaya memiliki nilai yang sangat strategis, karena berada diantara Kilimanjaro di Afrika (sisi barat Samudera Hindia ) dan Andes (sisi timur Samudera Pasifik ), nah ditengah-tengahnya berdiri Puncak Jaya, yang merupakan cross cutting gejala perubahan iklim dan fenomena yang berlangsung di Samudera Pasifik dan Samudera Hindia.

Disamping posisinya yang sedemikian rupa, penelitian kali ini juga dianggap sangat strategis, ditengah berpacunya para peneliti meneliti puncak es abadi dengan laju pemanasan global yang mencairkan es tersebut dalam kurun waktu yang tidak lama lagi. Jadi sebelum kita kehilangan catatan sejarah perubahan iklim, penelitian tersebut harus dilakukan. Secara factual mengecilnya area es di Puncak Jaya bisa kita lihat perkembangannya pada citra satelit Ikonos. Demikian juga laporan peneliti Indonesia untuk tujuh puncak dunia.

Disamping mengungkap perubahan iklim, data letusan gunung api jejaknya dapat ditelusuri di lapisan es ini untuk letusan yang maha dahsyat seperti Letusan Tambora, Letusan Krakatau dan lain-lainnya.Demikian pula kemungkinan vegetasi yang pernah ada jejaknya sampai ke es tersebut, mengingat secara teori stratigrafis, tidak jarang jarena evolusi sebuah puncak awalnya merupakan lantai sebuah dasar samudera,

Melengkapi kelengkapan data perubahan iklim purba (paleoklimat) dari es Puncak Jaya, Lumpur dari dasar danau-danau di ketinggian, maupun kars stalagtit dan stalagmit di goa kapur akan menambah kaya data kita mengenai data perubahan iklim. Ini akan mengurai lebih panjang data iklim Indonesaia, selain data pengamatan yang tidak terlalu panjang tertata paling-paling ada data runtun setelah kemerdekaan.

Data panjang perubahan iklim yang didapat nantinya dapat dipakai sebagai penyempurnaan atau pengujian model peubahan iklim yang banyak dikembangkan belakangan ini untuk dasar membuat perencanaan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, mengingat skenario dari masing-masing model yang digunakan akan sangat tergantung asumsi yang digunakan. Sedang data peleoklimat akan merupakan data riil. Itu bias kita lihat dari keluaran model atau skenario perubahan iklim yang dikeluarkan IPCC, CSIRO, dan lain model yang sangat banyak diperkenalkan untuk memudahkan memahami dan memprediksikan perubahan iklim yang akan terjadi.

Dari ragam peluang penelitian perubahan iklim terhadap bermacam media, menunjukkan bahwa perubahan iklim tidak hanya menjadi domain pakar iklim saja, namun juga merupakan tantangan pakar-pakar lainnya seperti pakar dendrologi, limnologi, pakar spekral, pakar radioaktif dan lain sebagainya untuk ikut mengungkap perubahan yang terjadi. Kolaborasi penelitian sangat mutlak diperlukan untuk mengungkap lebih jauh issu sentral pemanasan global dan perubahan iklim yang sedang melanda dunia saat ini, baik kolaborasi tingkat nasional maupun multinasional.

Penulis : I Putu Pudja, Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan BMKG.

0 komentar:

Posting Komentar