Sabtu, 15 Oktober 2011

BALI BARAT PALING RENTAN TERHADAP PERUBAHAN IKLIM

Oleh : I Putu Pudja
Bali Barat - sumber travel.detik.com
Dampak ektrim musim kemarau tahun 2011, kita ikuti dialami hamper semua wilayah di Pulau Bali, seperti menipisnya persediaan air tanah. Minimnya curah hujan, debu dan lain sebagainya. Namun dampak itu menjadi sangat ektrim dialami Bali Barat. Dari kawasan ini kita ikuti berita-berita: terbakarnya hutan lindung Bali Barat, sehingga mengkhawatirkan habitat jalak Bali yang menjadi salah satu satwa yang dilindungi, kemudian berita mengeringnya tiga dam Banyubiru, bahkan kejadiannya dilaporkan telah terjadi sejak Juni 2011 lalu.

Ketiga dam tersebut ( Bali Post 4/10) biasanya mengairi puluhan subak di Desa Banyubiru, Baluk dan Tegal Badeng. Dialporkan bahwa ketinggian air yang biasanya mencapai 100 – 150 cm, saat ini hanya tinggal 3 – 5 cm, sehingga tidak mampu lagi mengairi sawah di subak yang biasa mendapatkan air dari ketiga dam tersbeut. Dua berita tersebut menembatkan Bali Barat terutama Kabupaten Jemberana menerima dampak musim kemarau tahun 2011 ini paling berat bila dibandingkan dengan kabupaten lainnya di Bali.
Bila kita telusuri kembali bencana lain yang terkait dengan iklim, akan kita jumpai lebih banyak lagi bencana yang paling berat dialami oleh kabupaten terbarat di Bali ini. Satu diantaranya adalah abrasi yang paling tinggi kelajuannya menimpa pantai selatan kabupaten Jemberana, sehingga sangat sering dijumpai jenasah yang di kubur di setra yang berwilayah pantai, jenasahnya berserakan di pantai terbawa abrasi yang menimpa tahan kuburan di tepian pantai Jemberana.
Ketiga kejadian alam yang menjelma menjadi bencana ini, boleh jadi sebagai dampak morfologi wilayah Jemberana yang mempunyai garis pantai yang langsung menerima gempuran angin kering, maupun ombak akibat hembusan angin timuran dari monsoon timuran yang berhembus dari daratan Australia. Untuk lebih memahami lebih jauh kejadian ini penulis mengajak siding pembaca melihat sejenak monsoon timuran dan morfologi garis pantai Jemberana.

MONSUN TIMURAN
Sebagai dampak dari posisi strategis wilayah Indonesia yang berada dikhatulistiwa, di apit dua benua dan dua samudera, maka sebagai dampak peredarann matahari sebagai sumber energy di bumi, maka wilayah Indonesia mengalami dua musim yaitu musim kemarau dan musim hujan. Sistem angin yang menyertai sering di sebut dengan monsun. Monsun baratan akan berasosiasi dengan musim hujan di Indonesia, ditandai dengan berhembusnya angin dari ahar barat di wilayah Indonesia, terutama di daerah selatan khatulistiwa Jawa-Nusa Tenggara. Munsun timuran berasosiasi dengan musim kemarau di wilayah tersebut, dengan ditandai oleh derasnya angin dati timur, yang di wilayah Nusa Tenggara terasa masih dari tenggara, karena sebagai pole kedua system ini adalah daratan benua Asia dan daratan benua Australia.
Dampak dari apitan dua samudera juga sering mengganggu ke dua muaim tersebut. Bila suhu muka laut di Indonesia dingin dan di pasifik timur hangat maka akan berlangsung fenomena El Nino, akan berdampak pada musim yang terjadi di Indonesia lebih kering, dengan curah hujan menurun dari normalnya. Demikian pula sebalinya bila suhu perairan Indonesia menghangat sementara di pasifik Timur mendingin akan muncul fenomena La Nina, yang dampanya menjadikan musim di Indonesia lebih basah, dengan curah hujan lebih tinggi dari normalnya.
Kedua fenomena tersebut dapat menganggu kedua musim di Indonesia, baik musim kemarau ataupun musim kering. Tahun lalu 2011 misalnya karena dampak La Nina, maka sepanjang tahun ‘rasanya’ kita di Indonesia tidak merasakan adanya musim kemarau karena sepanjang tahun hujan masih rajin turun.
Namun untuk tahun 2011 ini, yang kondisinya rada-rada normal, terasakan lebih ekterim dari boasanya. Ini sangat boleh akibat pergersaran dari tahun lalu yang relative sangat basah. Namun diakui frekuensi dampak ektrerim musim di tahun ini terasakan sangat meningkat. Dari media massa kita ikuti ahmpir setiap hari dan secara merata kita ikuti bencana kebakaran, baik hutan, pemukiman maupun bangunan lainnya. Kebakaran dapat kita ikuti menimpa pemukima di Kowane Suteng,Tarakan Kaltim, Bukit Tinggi Sumatera, Malang< Surabaya, Jakarta dan lain-lainnya, serta kebakaran hutan diantaranya menimpa hutan di lereng Semeru, Merbabu,Slamet, Jakabering dan Hutan lindung Bali Barat. Demikian pula dengan dampak kekeringan seperti biasanya kita dengar menimpa sebagian besar Jawa Tengah bagian Utara seperti Grobogan-Purwodadi, Daerah Jawa Timur bagian tengah, Jakartta hingga kesulitan air tanah yang membawa rejeki bagi tukang pompa air, serta demikian pula untuk daerah Bali, seperti yang diberitakan Bali Post, diantaranya terakhir tentang Tiga dam yang kekeringan di Banyubiru. Rupanya monsun timuran yang berasosiasi dengan musim kemarau ini mendatangkan dampak ekterim di Bumi Makepung. Demikian pula pada setiap musim kemarau yang terjadi, dampak terkuat pasti dirasakan oleh Jemberana. Ada apa rupanya? MENANTANG MONSUN
Garis pantai Jemberana, termasuk paling panjang dari seluruh garis pantai yang menghadap Samudera Hindia dari Pulau Bali, sehingga akan mendapat hembusan angin kering monsun timuran secara langsung, sehingga akan mempercepat turunnya persediaan air tanah dan air permukaan, karena laju penguapan musim kemarau.
Proses tersebut rupanya yang berlangsung di Jemberana ini, sehingga menjadikannya daerah di Bali yang relatif duluan mengalami musim kemarai, dengan sifat yang lebih kering. Penguapan yang tinggi serta suplay air yang tidak ada selama musim kemarau 2011 ini menyebabkan kekeringan menimpa waduk atau dam yang ada di daerah Jemberana.
Adanya semenanjung Belambangan, yang menjadi benteng alam, rupanya pada saay derasnya angin monsun timuran ikut membuat interferensi gelombang antara gelombang yang datang dan yang terpantul di semenanjung ini, menjadikan ombak di pantai selatan Jemberana menjadi relatif besar pada musim monsun timuran. Dengan kejadian ini pantai selatan Jemberana akan menerima ombak yang relatif besar sepanjang tahun, karena pada saat monsun baratan memang di kenal dengan ombaknya yang besar menimpa seluruh Nusantara, termasuk pantai-pantai di bali. Hanya saja pada saat monsun baratan ombak yang besar, angin kencang serta hujan yang deras diikuti dengan banyaknya sampah yang terhempas disepanjang pantai Bali.
Dengan demikian bila dibandingkan dengan pantai lainnya di Bali, maka pantai selatan Jemberana akan menerima lebih lama gempuran ombak besar dalam setahunnya sehingga abrasi di sepanjang pantai akan menjadi lebih laju dibandingkan dengan pantai lainnya.

KESIMPULAN
Iklim –perluasan pemakaian musim- ekterim yang menimpa Kabupaten Jemberana, lebih kuat dibandingkan apa yang dialami oleh daerah lainnya di Bali, merupakan dampak dari posisi dari wilayahnya yang bergaris pantai sangat panjang, serta dibentengi oleh Semenanjung Belambangan, yang menjadikan pola ombak yang menggempur pantai Jemberana menjadi lebih besar dan ganas sepanjang tahun, dan waktunya relatif lebih lama dibandingkan dengan daerah lainnya di Bali.
Posisinya yang menantang monsun timuran sebagai angin kering dan dingin menjadikan musim kemarau datang lebih dulu dari daerah lainnya, serta lebih cepat menderita kekertingan karena laju penguapan air tanag dan air permukaan akibat kondisi angin tersebut.
Guna menyiasati agar kerugian yang didertia petani di daerah ini, perhatian terhadap awal musim serta sifat musim yang menjadi produk BMKG perlu mendapat perhatian. Pemerintah daerah perlu kembali menjalin kerjasama yang erat dengan BMKG seperti pada era pemerintah daerah sebelumnya mengembangkan Sekolah Lapang Iklim di daerah ini, agar petani dapat memanfaatkan informasi iklim dan musim dengan baik dalam impelementasiny disektor pertanian maupun perkebunan.
===========================================================
Penulis : aktif di BMKG Jakarta, ada di putu.pudja@bmkg.go.id .

0 komentar:

Posting Komentar