Sabtu, 27 Maret 2010

Debu Vulkanik Dapat Merobah Pola Cuaca

Sering sekali kita jumpai penyimpangan keadaan seperti cuaca, musim ataupun iklim akibat keseimbangan konsentrasi atmosfer yang mengalami gangguan. Misalnya yang baru saja kita alami tahun lalu di mana wilayah kita hampir sebagian besar mengalami musim kemarau yang berkepanjangan.
Curah hujan yang sangat tinggi dialami kota Jakarta di tengah-tengah musim kemarau di tahun 1980. Tepatnya tanggal 29 Juli 1980 ibukota disiram hujan bak ditumpahkan dari langit dengan intensitas yang cukup tinggi yaitu 100 mm lebih. Ini merupakan angka yang jauh di atas angka normal untuk Jakarta, apalagi pada saat itu Jakarta termasuk daerah dengan kategori musim kemarau.
Musim hujan yang berkepanjangan dialami sebagian besar wilayah Jawa Barat hingga Mei 1982 yang seharusnya sudah masuk ke dalam musim kemarau. Saat itu G. Galunggung sedang giat-giatnya menyemburkan bahan-bahan vulkanik ke atmosfer, termasuk di dalamnya debu dengan berbagai ukuran yang ikut mencemari udara di daerah sekitarnya.
Bila kita simak dengan lebih seksama maka kasus-kasus yang kita sebutkan di atas sangat erat hubungannya dengan hadirnya benda-benda atau partikel asing di udara, yang dalam istilah lain sering pula dikenal dengan polusi udara. Partikel-partikel ini akan sangat berkaitan dengan perannya sebagai inti kondensasi dalam proses awal dari turunnya hujan.
Seperti telah kita ketahui bahwa tidak akan mungkin terjadi hujan bila tidak terjadi kondensasi, walaupun terdapat banyak awan. Syarat mutlak terjadinya kondensasi adalah suhu udara, kelembaban yang memenuhi sarat ditambah dengan adanya inti kondensasi sebagai kondensator dalam proses kondensasi.
Hal yang lain dapat terjadi bila di daerah yang ditutup oleh udara yang tercemar khususnya debu vulkanik sedang mengalami musim kemarau, maka daerah tersebut akan mengalami musim kemarau yang kering.
Ini terjadi akibat daerah tersebut tertutup oleh jendela udara kotor, yang akan menghalangi terjadinya proses radiasi terestrial bumi dan akan sangat berpengaruh terhadap perimbangan radiasi, serta perimbangan bahan di lapisan dekat permukaan bumi.
Bila kita tinjau sejenak daerah bagian timur dan tengah dari wilayah negara kita, tepatnya daerah di sekitar kawasan Teluk Tomini dan daerah Maluku Utara. Kedua daerah tersebut sedang mengalami bencana alam letusan gunung api. G. Colo dengan letusannya telah mencemari udara (atmosfer) di sekitarnya dengan produksi letusannya yaitu debu-debu vulkanik.
Demikian pula halnya G. Gamalama yang diberitakan kumat lagi letusannya pada awal Agustus ini pasti mencemari udara di atas wilayah Maluku itu. Bahkan kedua kejadian itu dapat saling mempertinggi kadar kekeruhan udara di wilayah masing-masing.
Bila kita hubung-hubungkan lagi dengan bencana banjir yang menimpa wilayah Sulawesi Tengah bertepatan dengan bencana letusan tersebut, tentunya konsentrasi debu-debu vulkanik pencemar udara di atas wilayah tersebut ikut berperan dalam tingginya curah hujan yang menyebabkan banjir tersebut.
Sayang sekali, pihak yang berwajib tidak meneliti sejauh mana kekeruhan udara di daerah bencana atau di sekitar bencana letusan gunung api. Dan lama partikel tersebut tinggal secara stasioner di udara pun belum diteliti.
Mengingat wilayah kita yang dilalui oleh dua jalur vulkanik dengan lk. 128 buah gunung api yang masih aktif, ditambah dengan daerah laut tropis yang ditandai dengan adanya dua musim yang saling bergantian setiap setengah tahun (yaitu musim penghujan dan kemarau) yang sangat berkaitan dengan pola musim tanam, panen dari masyarakat agraris maka sudah sewajarnya jika dilakukan penelitian terhadap pengaruh turbiditas daerah di sekitar wilayah letusan gunung api, terutama kaitannya dengan perubahan pola cuaca atau musim di daerah tersebut.
Hal inipun akan lebih berguna lagi bagi dunia kesehatan apabila konsentrasi serta jenis zat yang terkandung dalam partikel debu pencemar (debu vulkanik) tersebut ikut diteliti mengingat efek lanjutan dari bencana letusan tersebut yang jauh lebih komplek.

Dimuat di harian Sinar Harapan tanggal 23 Agustus 1983

0 komentar:

Posting Komentar